19 April 2013 pukul 3:00
(sebuah refleksi selepas membaca Novel BUSANA JIWA, karya PuskaTanjung)
-full version-
Tantangan
Sore
itu Kota Serang cukup panas, sedianya Saya berencana menikmati
secangkir kupi hitam di sebuah Mall tapi kemudian Saya sendiri yang
menggagalkan rencana itu karena sudah terbayang betapa menderitanya Saya
jika hanya duduk sendiri nyruput kupi karena bagi Saya ‘kupi tanpa
kawan yang didapat hanya pahit, kawan!’ Titik kordinat lokasi
melenceng,berubah menuju Rumah Dunia, sudah pasti menemukan kawan untuk
melawan sore yang masih juga panas, maka terlihatlah gerombolan manusia
tengah mabuk-masyuk belajar ilmu sastra di sini, di rumah yang dibangun
dari kata-kata; Rumah Dunia.
Singkat cerita, Saya
langsung ditantang oleh Kang Gol A Gong, Sang Arsitek rumah berbahan
material bangunan berupa huruf,kata, kalimat, paragraph, tanda baca ini,
seorang pendekar berlengan satu, seorang empu dengan puluhan kitab yang
lahir dari kelima jemarinya, seorang legenda! Sebagai salah seorang
‘murid degil’ rasanya sulit bagi Saya untuk menolak tantangan Beliau,
hampir seperti kesulitan siswa-siswi menolak Ujian Nasional yang sudah
menghadang di depan gerbang sekolah.
“Nah, Puska,
kenalkan ini Koelit Ketjil, dia juga sama alumni kelas menulis. Koelit,
ini Puska Tanjung, alumni kelas menulis angkatan ke enam. Kamu kan
pernah cerita, dulu pernah punya pengalaman kerja di NGO yang
mengadvokasi waria, gay, PSK dan anak jalanan, ya? Ini Puska sudah bikin
buku dan berencana untuk dibedah, ya sudah kamu aja ya?!” inilah gaya
Sang Suhu, asal tembak sekenanya aja!
Lalu kemudian
Puska Tanjung, manusia berkacamata dengan tudung melindungi kepala,
berpenampilan santai, yang baru Saya kenal beberapa menit yang lalu,
bercerita penuh semangat dan sentimentil sekali sambil berderai air
mata, Saya sempat merinding, bagaimana bisa ada orang yang baru dikenal
beberapa menit sudah menunjukkan perasaan terdalamnya? Bukan tampilan
awal terbaik, terjaim, terkeren yang Dia coba sajikan pada orang yang
baru dikenal.
Lewat cerita Puska seolah Saya
sedang berhadapan dengan Mami Vinolia, seorang waria senior, seorang
guru, ibu jalanan bagi Saya, bermukim di Jogjakarta. Sosok Mami Vinolia
bagi Saya yang pernah terdampar di jalanan Kota Jogja, Beliau merupakan
sosok Ibu, kelembutan hati, sikapnya yang ngemong, tutur sapa yang halus
dan kesabaran luar biasa serta samudera pengalaman hidup membuat Saya
terkesan untuk banyak menimba ilmu dari sosok waria ini. Berawal dari
waria jalanan, kemudian menjadi relawan di NGO yang sama tempat saya
sempat bekerja, lalu naik tingkat menjadi Kordinator Divisi Pendampingan
Waria, pernah juga menjadi Kordinator Divisi Pendampingan Anak Jalanan
(saat inilah Saya menjadi murid beliau), hingga akhirnya menjad iseorang
Direktur LSM Kebaya, tentu saja sepenuh hidup Mami Vinolia
didedikasikan dalam jalur pergerakan advokasi waria.
Belum
cukup saya mendengarkan cerita dari Puska, tiba-tiba Kang Gol A Gong
memanggil Kami untuk bergabung dalam lingkaran obrolan antara Guru dan
Murid-murid Kelas Menulis. Gaya spontanitas, asal tembak ala Gol A Gong
kembali diletupkan, dalam lingkaran itu sekenanya Gol A Gong meminta
Jack Alawi selaku penanggung jawab acara HARI BUKU SEDUNIA yang digelar
oleh Rumah Dunia untuk memasukan bedah buku BUSANA JIWA dengan pembedah,
Saya; Si Koelit Ketjil! Padahal run down acara sudah padat. Pelaksanaan
acara untuk minggu depan.
Minggu depan?! Gila!!!
Gol A Gong memang sudah kelewat waras!
ANATOMI DAN DESAIN BUSANA JIWA
Saya
timang-timang buku yang cukup tebalini, paling tidak ada 340 halaman
harus lumat dalam jangka waktu seminggu ,dibaca saja belum tentu kelar!
Gokil! Pandangan mata Saya justru tertuju kepada tulisan di bawah judul
buku ini ‘Ruh itu tidak laki-laki, tidak perempuan. Jika ada yang membedakan di antara keduanya,yaitu anatomi.’ [PUSKA TANJUNG], font huruf pada judul tidak terlalu ‘eyecatching’ beruntung tertolong oleh deretan kalimat kuat itu. Dua puluh tujuh bab terbingkai dalam kertas paperback
berukuran 14 x 21 cm, besardalam penampakan namun ringan dijinjing jadi
tak perlulah dipikul untuk membawanya. Rupanya ini buku telah tercetak
kedua kalinya, belum lama ini tepatnya bulan Februari lalu, diterbitkan
oleh Penerbit 3M Media Karya yang beralamat kantor di sebuah kos-kosan,
bisa jadi tempat bersemayam kawan Sayabernama Juned ‘Lanang Sejagat’
yang mengeluarkan buku ini dari back pack miliknya di awal pertemuan tadi, hadeuhh opo tumon!
Sepertinya
Muhammad Thorik, Sang Perancang sampul buku ini, lewat desainnya,
selain merepresentasikan kisah sedih dalam novel ini, juga mewakili
wajah melankolis Sang Penulis yang mengaku memiliki hobi menulis ketika
hatinya tengah galau tapi Puska Tanjung pasti tak ingin dikategorikan
‘alay’ karenanya dia menuliskan identifikasi dirinya sebagai hati yang
resah, mungkin disebabkan statusnya yang sudah tidak remaja
lagi,sejatinya apalah beda; resah - galau? Hanya alay yang menderita
diskriminasi dan stigma itu, diskriminasi juga diderita para perokok
aktif, peminum kupi, demikian juga kawan-kawan yang memilih orientasi
homo seksual seperti yang diceritakan dalam novel ini, mungkin daftar
ini akan terus semakin panjang….
PERSAMAANPERSEPSI
Sewaktu
di kelas, tertanggal 28 Maret2013, saat memberikan kuliah Hukum dan Hak
Asasi Manusia, secara sengaja Saya memasukan materi HOMO SEKSUALITAS
DALAM PERSPEKTIF HAM, sekalipun materi ini tidak tercantum dalam SAP
(Satuan Acara Perkuliahan) milik Dosen Pembina Matakuliah tersebut tapi
Saya merasa bahwa Saya adalah pemilik sah kelas tersebut, sekalipun
hanya berstatus Asisten Dosen. Di awal perkuliahan dalam salah satu slide power point, Saya tampilkan, sebuah pertanyaan;
Apayang muncul dalam pikiran Anda ketika mendengar istilah
‘HOMOSEKSUAL’ ?
Berbagai
respon muncul dari mahasiswa-mahasiswi, ada yang mengatakan; jijik,
geli, aneh, serem, pendosa, sakit, criminal, penyimpangan psikologis,
penyimpangan seksual, dan respon-respon negative lainnya. Tentu saja
Saya merasa kecewa dengan respon-respon judgemental
dandiskriminatif tersebut karena dihadapan Saya adalah sekumpulan calon
yuris, calon sarjana hukum yang kelak saat kembali ke dunia nyata dalam
alam kerja mereka, entah di instansi Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman,
Lembaga Pemasyarakatan atau Law Firm saat melayani klien, saksi,
tersangka, terdakwa, terpidana, mereka semua itu harus menjunjung tinggi
prinsip EQUALITY BEFORE THELAW, kesetaraan di muka hukum! Tak peduli
kau kaya-miskin, ganteng-jelek, tua-muda, hitam-putih, HETERO
SEKSUAL-HOMO SEKSUAL!
Entah apa yang akan
muncul dalam benak audiens saat acara bedah Novel BUSANA JIWA karya
Puska Tanjung, pada Hari Minggu, 21 April 2013, pukul 13.00 di Rumah
Dunia. Kita tunggu saja!
MENJADI
Tokoh utama dalam Novel ini bernama Boyke, oleh Sang Penulis digambarkan toogood to be true
; Seorang Desainer fashion sukses, tampan, usia pertengahan tiga
puluhan Pemimpin utama, Pemegang saham tunggal rumah mode dan salon
kecantikan, mapan, Solidaritas tinggi,menganggap karyawannya sebagai
sahabat, tidak pernah bersikap seperti seorang bos. ingin menjadi
pelindung bahkan saudara, memiliki kelembutan hati dan sifat feminine,
Boyke ingin total menjadi wanita.
Saya tidak ingin terbawa pada arus pikiran main stream yang kemudian akan menambahkan ‘tapi sayangnya’ sebelum kalimat ‘Boyke ingin total menjadi wanita’.
Sang Penulis menggunakan alur cerita maju-mundur-maju (present time – pasttime – present time) dalam novelini, namun ada kejanggalan yang saya rasakan ketika membaca awal Bab 2.
Di
awal kalimat kita dibawa oleh Sang Penulis dalam alur waktu dimana Sang
Tokoh pulang dari kantor kemudian masuk kamarnya untuk melakukan ‘pesta
gila’ ala Boyke. Dia mengenakan gaun pesanan pelanggannya yang semula
dia tolak untuk diambil hari itu, mengunakan make up sempurna,
beraksi di depan cermin, berimajinasi menjadi putri tapi kemudian
tiba-tiba muncul Sang Mama membuka pintu dengan ekspresi marah, sedih
dan takut dan lebih anehnya lagi,Sang Penulis memposisikan diri Boyke
dalam usia kanak-kanak!
Lewat Bab ini kita mulai diajak olehSang Penulis awal mula ketertarikan dalam diri Boyke terhadap hal-hal yang berbau ‘all aboutwomen’
dihadirkan oleh Puska Tanjung ketika Boyke masih berusia kanak-kanak.
Betapa Boyke selalu tertarik dengan baju-baju dan boneka milik Poppy,
kakak perempuannya, Boyke selalu iri mengapa baju-baju Poppy begitu
menarik, sehingga mendorong Boyke untuk mencobanya, Boyke kerap
menyelinap di malam hari untuk mengenakan baju-baju milik Poppy bahkan
dengan pakaian penuh denga bunga-bunga, Boyke nekad berlarian bak
kupu-kupu di halaman rumahnya, tengah malam! Sampai-sampai membuat
gempar masyarakat yang kerap melihat penampakan hantu putri kecil,
akhirnya ketahuan lalu Boyke kecil dihukum oleh Ayahnya.
Dalam
perspektif gerakan perlindungan anak terdapat setidaknya empat prinsip,
diantaranya;non-dsikriminasi dan kepentingan terbaik untuk anak (the best interest for the children),
kadangkala dalam kontruksi social dan budaya di masyarakat Indonesia
pada umumnya segala sesuatu untuk anak bersumber dari orang tua, tak
jarang anak-anak dipaksa untuk mendengar dan mengikuti ‘INI SEMUA DEMI
KEBAIKAN KAMU, NAK!’
Puska Tanjung cukup lihai
dalam berperan menjadi anak-anak, kita bisa lihat dalam hal penggambaran
karakter keluguan psikologis kanak-kanak Boyke begitu kuat ketika Sang
Mama marah kepada Boyke…
Boyke kecil ternganga, kaget
dan heran. Mengapa mamanya demikianmarah? Ia hanya sedang bermain dengan
boneka milik Phopy, kakak perempuannya. Dan mengenakan baju Phopy dan
juga topinya. Tidak ada yang salah? [Busana Jiwa,halaman 14]
Beranjak
pada masa remaja Boyke telah menikmati sensasi cinta sesama jenis
dengan Randy, pemain basket disekolahnya, tampan, atletis. Disukai oleh
hampir semua gadis-gadis di sekolah. Awalnya Boyke ragu untuk menyukai
Randy tapi ternyata Randy mendekati lalu membisikkan “Jangan khawatir
Baby, kita nyaris sama, Man.”
Beberapa pakar psikologi, misalnya American Psychological Association berpendapat bahwa homoseksualitas tidak dapat dirubah (immutable),
orientasi seksual merupakan bawaan lahir, namun banyak factor yang
menyebabkan seseorang kemudian mantap dengan orientasi seksualnya,
diantara sebagaimana dijelaskan oleh Seorang psikolog klinis Lita
Gading, bahwa proses orientasi seksual dipengaruhi banyak faktor. Gen
porsinya sangat kecil, katanya. Lingkungan internal dan eksternal lebih
dominan, termasuk pola asuh, trauma, pencarian figur ayah atau ibu
saatkecil hingga remaja, dan perhatian orangtua pada fase pertumbuhan
dari anakhingga remaja. Kemampuan dan perhatian orangtua dalam
memberikan arahan dan bimbingan fungsional perbedaan jenis kelamin juga
menjadi faktor lain yang memengaruhi. Lita juga berpendapat pada saat
usia remaja adalah fase laten karena perkembangan fungsi organ
reproduksi, ketertarikan terhadap orang lain, tapi jika tidak ada
bimbingan yang tepat bisa berakibal fatal [Kompas.com,2010]
Dorothy Law Nolte pernah mengatakan; Ifchildren lives with hostility, They learns to fight (jika anak dibesarkan dengan permusuhan, mereka belajar berkelahi). If children lives with shame, They learns to feel guilty (jika anak dibesarkan dengan penghinaan, mereka belajar menyesali diri). If children lives withfairness, They learns justice (jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, mereka belajar keadilan). Ifchildren lives with acceptance and friendship, They learns to find love in theworld
(jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, mereka
belajar menemukan cinta dalam kehidupan). Petikan pemikiran Dorothy Law
Nolte mengenai pola penanganan dan efeknya terhadap anak tersebut telah
menjadi rujukan lembaga-lembaga perlindungan anak di seluruh dunia dan
menjadi panduan bagi orang tua dalam pola asuh anak.
Konflik
batin yang diderita oleh Boyke sejak masa kanak-kanak justru membuat
dirinya menjadi tertekan. Orang tuanya justru tidak mampu menjawab,
menangani ketidak tahuan, keluguan dan kepolosan pemahaman Boyke saat
itu. Orang tua terkadang hanya menerapkan ilmu ‘pokoknya’ kepada sang
anak, “pokoknya kamu beda dengan anakperempuan!” “pokoknya kamu gak
boleh main boneka!”, “pokoknya kamu harus maen sepak bola!”, “pokoknya
kamu harus jadi tentara”.
BOYKE ADALAH WARGANEGARA
Dalam
pola relasi antara Warga Negara dan Negara (pemerintah) maka HAM (hak
Asasi Manusia) dalam hal ini tidak bisa dilepaskan. Orang-orang dengan
orientasi berbeda dari umumnya atau dalam hal ini orientasi
heteroseksual menjadi dominan jika dibandingkan dengan orang yang
memiliki orientasi homoseksual dan transgender kemudian merasa
termarjinalkan dalam masyarakat terkadang sering mendapatkan perlakuan
diskrimatif, judgemental, bahkan menjadi korban berbagai kekerasaan
(fisik-psikis-seksual).
Diskriminasi berawal dari carapandang!
Masihbanyak
masyarakat memandang seorang waria, gay, lesbian dengan pandangan
jijik,geli, aneh, serem, pendosa, sakit, criminal, penyimpangan
psikologis, penyimpangan seksual, dan respon-respon negative
lainnya. Padahal menurut American Psychological Association dalam DSM
IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder / buku acuan
diagnosti ksecara statistikal untuk menentukan gangguan kejiwaan)
homoseksualitas sudah tidak termasuk dalam penyakit kejaiwaan manapun,
bahkan World Health Organization (WHO) telah memutuskan bahwa
homoseksualitas tidak tergolong suatupenyakit atau gangguan jiwa (1990).
Terkadang hasrat menghukum masyarakat bisa jauh
melebihi dari orang yang melebihi kompetensinya, seperti dalam ruang
persidangan kadang terjadi kisruh misalnya keluarga korban pasti meminta
pelaku agar dihukum seberat-bertanya bahkan kalau perlu hukuman mati,
begitu dalam hal fenomena homoseksual, sekalipun ada keterangan dari
pihak yang lebih memiliki kompetensi menentukan apakah kelainan kejiwaan
atau penyakit tapi masyarakat memiliki persepsi tersendiri, hal ini
kemungkinan dikarenakan tidak berada dalam lingkup/irisan yang sama,
entah tidak ada keluarga atau tetangga yang‘aneh’ seperti itu atau tidak
memiliki empathy.
Undang-undang Dasar sebagai
Konstitusikita memberikan jaminan yang sama bagi warga negaranya, tidak
mengenal usia, jenis kelamin, orientasi seksual. Mari kita lihta UUD NRI
1945 Bab X mengenai Hak Asasi Manusia, pasal 28 (1) Setiaporang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Segala
bentuk perlakuan tidak adil yang kerap terjadi pada waria tentunya
melanggar jaminan UUD NRI Pasal 28 I (1) Hak untuk hidup, hak untuk
tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, danhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surutadalah HAK ASASI MANUSIA YANG TIDAKDAPAT DIKURANGI DALAM KEADAAN
APA PUN atau lebih dikenal dengan NON DEROGABLE RIGHTS.
Hak
untuk diakui sebagai pribadi di muka hukum inilah yang kemudian
mendorong Boyke meminta pengakuan status dirinya hingga ke muka hukum.
-KOELIT KETJIL-
Disampaikan pada Launching dan Bedah Novel BUSANA JIWA, karya Puska Tanjung
Rumah Dunia, Serang 21 April 2013
Program ini sangat menguntungkan bagi pengguna.
BalasHapusbila anda blum mendapat penghasilan, silakan ikuti program ini. mudah-mudahan impian anda selama ini bisa terwujud.
saya benar-benar mendapat keuntungan dari program ini.
silakan di coba jamin anda akan mendapat keuntungan.
http://goo.gl/s484eO
Sip, gan. Mantap sharing nya
BalasHapusAgen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola