(picture edited n taken from: http://commons.wikimedia.org)
“Tunggu dulu! Boleh Aku bertanya sebentar saja, apa alasan Mas ini menodong Aku?” dada ini semakin kencang degupnya, bukan karena takut, sebentar lagi aku pasti mengetahuinya.
“Heyyy, apa urusanmu pake tanya-tanya segala! Kakehan cangkem, kowe!!!”
belati itu sudah pasti tajam, dari kilaunya dan ujungnya meruncing,
semakin didekatkan menuju tubuhku, semakin kencang degup ini. Sekali
lagi bukan karena takut.
“Aku perlu tau, Mas!” tanganku
melebar, sekedar menunjukkan bahwa aku tidak berniat untuk melindungi
tas kecil incaran penodong ini.
“Lantas kowe arep opo? Hahh!! Mau kupake minum kek! Maen judi kek! Kuarepku tho!!!” tangannya menjulur ke arah tali tasku, sementara belati itu kuyakini siap terayun kapan saja.
Andrenalinku
meletup, getar tubuh yang selalu kurasakan setiap kali menghadapi
situasi yang mengancam keselamatan, sekali lagi bukan karena ketakutan.
Segera
kutangkap tangan kiri yang mendekat itu, kucengkram kuat dengan kedua
tanganku telapak tangannya, jemari gemeretak kupaksa menghadap ke atas,
kuhentakan seketika ke arah bawah, masih kucengkram. Dapat kuterka otot
pada pangkal lengannya kejang, sendi-sendi mulai dari pergelangan
tangan, sikut dan pangkal lengan berderak. Masih dalam hitungan detik,
aku hanya membutuhkan sedikit gerak saja, setengah langkah maju
menyamping ke arah punggung si penodong, tangan kanan yang masih tidak
melepaskan cengkraman kuarahkan menuju pinggangnya sementara tangan
kiriku sigap menelusup pada sudut sikut, merangsek ke atas menembus
belikat lalu mencengkram sama kuat pada bahu kiri.
Aku
sudah memprediksi lintasan tangan kanan berbelati si penodong, aman
posisiku berada di balik punggungnya, ditambahkan lagi bentuk siksaan
ketika tangan kiri terpitingnya itu semakin membentuk sudut yang aneh,
terlipat merapat di balik punggung, semakin dia mencoba melawan, tinggal
kunaikkan saja tangan kirinya ini. Tak perlu banyak tenaga kukeluarkan
hanya memanfaatkan gerakan lawan, cukup kuhentakan maju kaki kananku
tubuhnya sudah limbung, pasrah oleh hukum gravitasi. Kujejak dengan
lutut kanan yang menekuk menekan kuat pada tangan kanannya, belati tajam
itu melenting sedari tubuhnya berdebam pada aspal basah gang gelap ini.
Wajah penodong itu setengah tenggelam pada genangan air.
“Kau
pikir aku akan begitu saja merelakan uangku untuk kau gunakan menenggak
minuman keras, lantas kau mabuk dan birahi semakin tak terkendali
sampai akhirnya kau culik cewek-cewek yang melintas sendirian, hahhh!!!”
rasa jengkel memuncak ketika teringat si penodong dengan tengiknya
menjawab pertanyaanku dengan bentakan.
“Kalau saja tadi
kau bilang untuk kasih makan anakmu, sudah pasti kuberikan. Sekalipun
kau menipuku! Sekalipun kau menipuku!!!” tubuh terkunci itu semakin
kubenamkan pada aspal, pada genangan air hujan sisa sore tadi.
-Koelit Ketjil-
*Pukul
tiga kosong-kosong Ibu Kota Jawa Tengah semakin sepi. Satu lagi bentuk
pengalihan perhatian dan kepenatan, meletup di dini hari ini bertepatan
dengan dilaksanakannya Operasi Badai Gurun Pasir, Perang Teluk mulai
berkecamuk, 23 tahun yang lalu*
nice artikel gan
BalasHapusAgen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola