Catatan
Koelit Ketjil
(Komandan Komunitas Relawan Banten)
(Photo;
SEBA Baduy 2013, sejumlah 1.797 warga Baduy Dalam dan Baduy Luar
menghadiri acara tahunan SEBA di pendopo Gubernuran Banten)
Potret Wajah Kebersahajaan Baduy dan Ancaman
Masyarakat
Adat Baduy merupakan komunitas adat yang masih memegang teguh hukum adat
dan menjaga keserasian alam lingkungan hidupnya, dari pola kehidupannya
yang khas, bersahaja, sederhana,dekat dengan alam inilah seharusnya kita
dapat banyak belajar bagaimana menjaga kelestarian bumi tempat kita
hidup. Berkat konsistensi dalam pelestarian alam yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Baduy, Presiden Republik Indonesia
memberikan penghargaan KALPATARU sebagai PENYELAMATLINGKUNGAN pada tahun
2004. Alam Baduy yang hijau, asri, tentram, damai, udara segar, air
sungai yang jernih, masih dapat kita rasakan, sungguh jauh
berbeda keadaannya jika dibandingkan dengan kehidupan kota yang sarat
akan berbagai polusi.
Masyarakat Baduy yang menetap di
daerah administrasi Propinsi Banten, terletak pada 6°27'27"-6°30' Lintang
Utara(LU) dan 108°3'9"-106°4'55" Bujur Timur (BT), tepatnya di
Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, sebagaimana
diketahui terdiri dari dua kelompok besar yaitu; Baduy Dalam yang
mendiami tiga kampung; Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo,serta Baduy Luar
yang bertempat tinggal setidaknya di 51 kampung;
1.Kampung Keduketug; 2. Kampung Cipondok; 3. Kampung Babakan Kaduketug; 4.Kampung Kadukaso; 5. Kampung Cihulu; 6. Kampung Balingbing; 7. Kampung Marengo;8. Kampung Gajeboh; 9. Kampung Leuwibeleud; 10. Kampung Cipaler; 11. Kampung Cipaler Pasir;12. Kampung Cicakal Girang; 13. Kampung Babakan Cikakal Girang;14. Kampung Cipiil; 15. Kampung Cilingsuh; 16. Kampung Cisagu; 17.Kampung Cijanar; 18. Kampung Ciranji; 19. Kampung Babakan Eurih; 20. Kampung Cisagulandeuh; 21. Kampung Cijengkol;22. Kampung Cikadu; 23. Kampung Cijangkar;24. Kampung Cinangsi; 25. Kampung Batubeulah; 26. Kampung Bojong Paok; 27.Kampung Cangkudu; 28. Kampung Cisadane; 29. kampung Cibagelut; 30. KampungCibogo; 31. Kampung Pamoean; 32. Kampung Cisaban;33. Kampung Babakan Cisaban;34. Kampung Leuwihandam;35. kampung Kaneungay; 36. Kampung Kadukohak; 37.Kampung Ciracakondang; 38. Kampung Panyerangan; 39. Kampung Batara; 40. Kampung Binglugemok; 41. Kampung Sorokokod; 42. Kampung Ciwaringin; 43.kampung Kaduketer; 44. Kampung Babakan Kaduketer; 45. Kampung Cibongkok; 46.Kampung Cikopeng; 47. Kampung Cicatang; 48. Kampung Cigula; 49. KampungKarahkal; 50. Kampung Kadugede; 51. Kampung Kadujangkung. Kampung-kampungtempat tinggal beserta Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy inilah yang diakuioleh Pemerintah Daerah Lebak dalam Peraturan Daerah Kabupaten LebakNomor 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy.
Jelas sudah merupakan tanggungjawab utama pemerintah dalam memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 (3); “Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melindungit atanan masyarakat Baduy dari upaya-upaya yang mengganggu/merusak yang berasal dari luar masyarakat Baduy.”
1.Kampung Keduketug; 2. Kampung Cipondok; 3. Kampung Babakan Kaduketug; 4.Kampung Kadukaso; 5. Kampung Cihulu; 6. Kampung Balingbing; 7. Kampung Marengo;8. Kampung Gajeboh; 9. Kampung Leuwibeleud; 10. Kampung Cipaler; 11. Kampung Cipaler Pasir;12. Kampung Cicakal Girang; 13. Kampung Babakan Cikakal Girang;14. Kampung Cipiil; 15. Kampung Cilingsuh; 16. Kampung Cisagu; 17.Kampung Cijanar; 18. Kampung Ciranji; 19. Kampung Babakan Eurih; 20. Kampung Cisagulandeuh; 21. Kampung Cijengkol;22. Kampung Cikadu; 23. Kampung Cijangkar;24. Kampung Cinangsi; 25. Kampung Batubeulah; 26. Kampung Bojong Paok; 27.Kampung Cangkudu; 28. Kampung Cisadane; 29. kampung Cibagelut; 30. KampungCibogo; 31. Kampung Pamoean; 32. Kampung Cisaban;33. Kampung Babakan Cisaban;34. Kampung Leuwihandam;35. kampung Kaneungay; 36. Kampung Kadukohak; 37.Kampung Ciracakondang; 38. Kampung Panyerangan; 39. Kampung Batara; 40. Kampung Binglugemok; 41. Kampung Sorokokod; 42. Kampung Ciwaringin; 43.kampung Kaduketer; 44. Kampung Babakan Kaduketer; 45. Kampung Cibongkok; 46.Kampung Cikopeng; 47. Kampung Cicatang; 48. Kampung Cigula; 49. KampungKarahkal; 50. Kampung Kadugede; 51. Kampung Kadujangkung. Kampung-kampungtempat tinggal beserta Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy inilah yang diakuioleh Pemerintah Daerah Lebak dalam Peraturan Daerah Kabupaten LebakNomor 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy.
Jelas sudah merupakan tanggungjawab utama pemerintah dalam memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 (3); “Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melindungit atanan masyarakat Baduy dari upaya-upaya yang mengganggu/merusak yang berasal dari luar masyarakat Baduy.”
Namun, kedamaian
alam Baduy akan terancam dengan adanya rencana eksplorasi minyak
bumiyang disasar oleh perusahaan asing, setidaknya akan ada tiga
perusahaan pengeboran minyak, yaitu; LundinPetroleum (Swedia), Tap Energi
(Australia), dan Carnarvon Petroleum (Australia)yang telah mengantongi
perizinan eksplorasi Blok Rangkas meliputi lahan seluas 3.977 km2 yang
terbentang dari perbatasan Sukabumi di sebelah timur hingga kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon di sebelah barat, sebagaimana dilansir oleh
Bantenesia.com (http://www.bantenesia.com/index.php/banten/item/868-perusahaan-minyak-swedia-australia-incar-lahan-adat-baduy)
(photo by: http://berandakawasan.files.wordpress.com/2012/06/freeport-mines.jpg Lubang raksasa mengangga di bumi Papua)
Mengingat begitu
banyak contoh daerah-daerah yang telah dijadikan titik ekplorasi
yang kemudian meningkat statusnya menjadi titik eksploitasi minyak bumi
yang kemudian menjadi rusak keseimbangan alaminya, lalu ditinggalkan
tanpa perbaikan kembalialam yang telah rusak itu. Contoh menyedihkan
adalah bumi Papua yang habis dikeruk hingga hanya meninggalkan
lubang-lubang super besar menganga danrusaknya tatanan adat akibat
eksploitasi besar-besaran oleh Perusahaan Freeport, akankah hal ini juga
terjadi di bumi Banten?
Lantas pertanyaan yang muncul kemudian adalah; “Dimana tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan hak ulayat masyarakat adat Baduy sebagaimana tertera dalam PERDA Kab. Lebak Nomor 32 Tahun 2001?”
Lantas pertanyaan yang muncul kemudian adalah; “Dimana tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan hak ulayat masyarakat adat Baduy sebagaimana tertera dalam PERDA Kab. Lebak Nomor 32 Tahun 2001?”
Apakah Pemerintah Daerah
pura-pura tidak mengetahui hal ini? Jika pemerintah tidak mampu
mempertanggungjawabkan perlindungan yang dijanjikan maka
sebagaimana amanat dalam Pasal 1 (3) diatas, masyarakat pun memiliki
tanggung jawab untuk memberikan perlindungan tersebut. Hal ini setidaknya
telah dilakukan oleh Suhada, Direktur Eksekutif ALIPP, yang menentang
tegas pernyataan Komari, Kabiro Humas Pemprov Banten yang mengatakan
bahwa pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi atau izin berkaitan
dengan eksplorasi Blok Rangkas.
Suhadamenegaskan,
"Jika pejabat di Pemprov Banten menyatakan tidak tahu menahu soal
eksplorasi blok Rangkas, itu merupakan kebohongan publik. Sejak
tahun 2008, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Banten
sudah mendampingi kegiatan tersebut. Selain itu, pihak Ludin BV, menurut
berita di media lokal, sudah melakukan pertemuan dengan Gubernur Banten
di Pendopo,"(19/7/2012) (http://www.mediabanten.com/content/gubernur-banten-diminta-buktikan-janji-lindungi-baduy)
(photo; SEBA BADUY 2013, pada acara ini Jaro Dainah sempat meminta Gubernur untuk turut menjaga kelestarian alam, tidak hanya di wilayah Baduy tapi juga wilayah Banten lainnya)
Kebohongan(terhadap)
publik ini dapat dibuktikan jika kita membuka situs resmi Lundin
Petroleum, salah satu perusahaan asing yang pada tahun 2013 akan
melakukan eksplorasi pengeboran minyak di Blok Rangkas. Berikut ini
petikan dari situs tersebut;There are six other
exploration licences within proven petroleum systems. Acquisition and
interpretation of 2Dand 3D seismic is ongoing with the aim to commence
exploration drilling activities in 2013. Rangkas = 2,983Km2.. (http://www.lundin-petroleum.com/eng/operation_indonesia.php)
Masyarakat Adat Baduy sejak dahulu kala secara turun temurun dan tidak terputus hingga saat ini hidup di atas Tanah Ulayat yang memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah atas lingkungan hidupnya karenanya melekat bersamaan dengan ini adalah Hak Ulayat, dimana masyarakat Adat Baduy memiliki kewenangan untuk mengambil segala manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Masyarakat Adat Baduy selalu berpatokan kepada kearifan dan kelestarian terhadap alam lingkungan hidupnya. Hak Ulayat inilah yang wajib untuk diberikan perlindungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Kehidupan Masyarakat Baduy yang bersahaja, sederhana dan tulus ini rupanya diartikan lain oleh pihak di luar Baduy dan pihak asing, ironisnya hal ini justrudifasilitasi/dilakukan oleh pemerintah daerah.
Masyarakat Adat Baduy sejak dahulu kala secara turun temurun dan tidak terputus hingga saat ini hidup di atas Tanah Ulayat yang memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah atas lingkungan hidupnya karenanya melekat bersamaan dengan ini adalah Hak Ulayat, dimana masyarakat Adat Baduy memiliki kewenangan untuk mengambil segala manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Masyarakat Adat Baduy selalu berpatokan kepada kearifan dan kelestarian terhadap alam lingkungan hidupnya. Hak Ulayat inilah yang wajib untuk diberikan perlindungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Kehidupan Masyarakat Baduy yang bersahaja, sederhana dan tulus ini rupanya diartikan lain oleh pihak di luar Baduy dan pihak asing, ironisnya hal ini justrudifasilitasi/dilakukan oleh pemerintah daerah.
(peta Blok Rangkas, daerah ekplorasi minyak bumi di Bumi Banten. Sumber dari situs resmi Lundin BVttp://www.lundin-petroleum.com/eng/operation_indonesia.php)
Dapat
kita lihat keluguan dan ketidakpahaman masyarakat Baduy ketika melihat
upaya-upaya menuju rencana eksplorasi yang terjadi di bumi mereka,
sebagaimana diungkapkan oleh AyahMursyid berikut ini; “Kamiwarga Baduy
kurang paham dengan kedatangan orang-orang dari Kota yang berkeliling
Leuwidamar disekitar lahan Baduy untuk mengambil contoh tanah
dan pengambilan data,” ujar Mursid saat dijumpai Bantenesia (27/6). (http://www.bantenesia.com/index.php/banten/item/868-perusahaan-minyak-swedia-australia-incar-lahan-adat-baduy)
Ayah
Mursyid, yang memiliki nama asli; Alim, merupakan Wakil Jaro Tangtu
Cibeo, salah seorang tokoh masyarakat Baduy Dalam yang kerap menjelaskan
segala sesuatu yang ingin diketahui oleh masyarakat dari luar Baduy,
tugasnya seperti ‘Menteri Luar Negeri’ dalammelakukan hubungan dengan
masyarakat dari luar Baduy. Dalam suatu kesempatan, Ayah Mursyid
menjelaskan karakter masyarakat Baduy yang konsiten memegang teguh hukum
adat dan menjaga kelestarian alam;“… Kami tetep teguh patuh
keur ngalaksanakeun amanat wiwitan jeung kami tetep yakin Baduy tetep
ayeum tentremnu penting ulah ngaganggu atawa diganggu jeung ulah
ngarugikeun komo deui dirugikeun. Kami siap kerjasama jeung sasaha oge
tapi anu aya manfaat kana kasalametan hirup balarea, kami mah patuh kana
hukum jeung kahayang alam nu diciptakeun kunu maha kawasa.” (dalam buku;
“Saatnya Baduy Bicara” Asep Kunia,S.Pd dan Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si,
Penerbit Bumi Aksara, halaman 12)
Konsistensi dan keteguhan hati masyarakat Baduy ini disertai dengan keyakinan bahwa Baduy akan tetap lestari selama tidak saling mengganggu, tidak merugikan atau dirugikan, Masyarakat Baduy yang hidup di alam pegunungan bukan berarti tidak terbuka bagi pihak lain, bisa saja bekerjasama akan tetapi dengan syarat hanya bagi yang memberikan manfaat dan keselamatan umat lebih luas lagi, namun tetap harus berpegang teguh kepada hukum adat dan kehendak alam yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
Konsistensi dan keteguhan hati masyarakat Baduy ini disertai dengan keyakinan bahwa Baduy akan tetap lestari selama tidak saling mengganggu, tidak merugikan atau dirugikan, Masyarakat Baduy yang hidup di alam pegunungan bukan berarti tidak terbuka bagi pihak lain, bisa saja bekerjasama akan tetapi dengan syarat hanya bagi yang memberikan manfaat dan keselamatan umat lebih luas lagi, namun tetap harus berpegang teguh kepada hukum adat dan kehendak alam yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
Inilah ajaran kearifan dari masyarakat Baduy yang berakar dari Amanat Buyut, diantaranya;
Gunung Teu MeunangDilebur = Gunung Tak Boleh Dihancurkan
Lebak Teu Meunang Dirusak = Lembah Tak Boleh Dirusak
Larangan Teu Meunang Dirempak = Larangan Tak Boleh Dilanggar
Buyut Teu Meunang Dirobah = Buyut Tak Boleh Dirubah
Lojor Teu Meunang Dipotong = Panjang Tak Boleh Dipotong
Pondok Teu Meunang Disambung = Pendek Tak Boleh Disambung
Nu Lain Kudu Dilainken = Yang Bukan Harus Ditiadakan
Nu Ulah Kudu Diulahkeun = Yang Jangan Harus Dinafikan
Nu Enya Kudu Dienyakeun = Yang Benar Harus Dibenarkan
(dapat dilihatdalam buku “Saatnya Baduy Bicara”)
Demikian
luhurnya kearifan falsafah hidup masyarakat Baduy dalam berkehidupan
keseharian yang begitu dekat dengan alam, tak terpisahkan hubungan antara
manusia dengan bumi, bumi tempat merekahidup-dihidupi-menghidupi.
Terkait dengan rencana eksplorasi Blok Rangkas yangkemungkinan berada di
sekitar wilayah masyarakat Baduy, kiranya Amanat Buyutjauh-jauh hari
sudah disampaikan berupa petuah; “Gunung Teu Meunang Dilebur, Lebak Teu Meunang Dirusak”
falsafahhidup menghargai dan menjaga kelestarian alam yang diamanatkan
oleh leluhur inijelas memberikan wejangan dan peringatan bagi kita untuk
tidak menghancurkangunung dan lembah jangan sampai dirusak, hal ini
juga dapat dijadikan resepuntuk hidup selamat. Bahwa dalam memahami dan
menjalani hukum adat tidak bisatidak, harus sesuai dengan ketentuan adat
yang telah lestari sejak awalkehidupan telah diterapkan oleh leluhur
masyarakat adat Baduy, tidak bisadikurangi-tidak dapat ditambahkan,
berjalan apa adanya, “Lojor Teu Meunang Dipotong, Pondok Teu Meunang Disambung”.
(photo copyright; Firman Venayaksa)
Kedudukan Masyarakat Adat dan Hukum Adat
HukumAdat Baduy merupakan hukum tidak tertulis (lisan) namun kelestariannya tetapterjaga dengan budaya pitutur
yangdisampaikan oleh leluhur, tetua adat kepada orang-orang pilihan dan
masyarakat adatdalam waktu-waktu tertentu, hukum yang berlandaskan
interaksi dengan alamsekitarnya. FerryFaturokhman seorang
akademisi dari UNTIRTA yang telah melakukan penelitianHukum Adat Baduy
memaparkan bahwa pada prinsipnya larangan-larangan padamasyarakat Baduy
dilandaskan pada filosofi dasar Baduy, lojor teu meunangdipotong, pondok teu meunang disambung (panjang
tak boleh dipotong, pendektak boleh disambung). Menurut Jaro Dainah,
konsep dasar ajaran di Baduy tersebutadalah keseimbangan alam,
kelestarian alam, maka dengan demikian Baduymempunyai kewajiban untuk
melestarikan alam dan tidak menentang hukum alam.
Konsepdasar
ini yang kemudian diimplementasikan dalam seluruh sendi
kehidupanmasyarakat Baduy termasuk dalam berhukum. Dengan konsep ini
kehidupankeseharian masyarakat Baduy dalam berinteraksi dengan alam
sedapat mungkintidak merusak alam. Dalam pembuatan rumah misalnya, tanah
yang menjadi landasantidak digali ataupun diratakan, sekiranya kontur
tanah tersebut tidak rata makayang menyesuaikan adalah panjang pendeknya
batu dan kayu yang menjadi pondasidan tiang utama. Hal serupa juga
berlaku dalam menanam padi, masyarakat Baduytidak mengolah tanah menjadi
sawah, namun mereka menanam padi huma/gogosehingga tanah tidak perlu
dibajak/diolah seperti sawah pada umumnya. (HukumPidana Adat Baduy dan
Relevansinya Dalam Pembaharuan Hukum Pidana, FerryFaturokhman, Thesis
Magister Ilmu Hukum UNDIP, 2010)
Celakanya daerah
eksplorasi bisa jadi masuk ke dalam wilayah yang paling disakralkan
oleh Warga Baduy, yaitu Hutan Salakadomas yang juga menjadi pusat ritual
bagi Warga Baduy, tentu hal ini akan sangat merugikan Warga Baduy yang
akan berpengaruh kepada semua dimensi tatanan religi, sosial, cultur dan
ekosistem alam Baduy. Kekhawatiran ini bisa dilihat dalam liputan
Republika ( http://www.republika.co.id/berita/nasional/nusantara-nasional/12/07/16/m79flh-isu-pertambangan-di-lebak-resahkan-suku-baduy)
Kedudukan Masyarakat Adat dan Hukum Adattelah diakui oleh Konstitusi Negara Republik, sebagiamana termaktub dalam UUD NRI1945 Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut:Pasal 18B ayat (2) :“Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”. Selain itu pada Pasal 28I ayat (3) “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisionaldihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban
Kedudukan Masyarakat Adat dan Hukum Adattelah diakui oleh Konstitusi Negara Republik, sebagiamana termaktub dalam UUD NRI1945 Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut:Pasal 18B ayat (2) :“Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”. Selain itu pada Pasal 28I ayat (3) “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisionaldihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban
Dalamkonteks
masyarakat Baduy, terbukti selama ratusan tahun dapat
menjagakeharmonisan hubungan baik sesama warganya ataupun terhadap alam
lingkungannya.Hukum adat Baduy (termasuk didalamnya hukum pidana adat
Baduy) terbukti dapatterselenggara tanpa adanya kesewenang-wenangan
seperti yang terjadi pada abadXVIII di Perancis. Jika ada pelanggaran
yang dilakukan masyarakat Baduy, sanksiadatnya telah jelas dipahami oleh
masyarakat Baduy dan menerima kepastian hukumyang akan diterima sebagai
konsekwensi dari pelanggaran yang dilakukan. Padaprinsipnya hukum
pidana adat Baduy menganut pula asas teritorial, namundemikian,
keberlakuannya tidak penuh pada setiap delik dalam hukum pidana
adatBaduy. Dengan demikian hukum pidana adat Baduy dapat dikatakan
menganut asas teritorialyang bersifat quasi. Keberlakuan asas teritorial
bagi warga di luar Baduy hanyapada delik-delik yang bersifat umum
berlaku bagi masyarakat Baduy sepertipenganiayaan, mencuri, penipuan,
mengambil foto, menggunakan alat mandi sepertisabun, shampo dan
sebagainya. (Ferry Faturokhman, 2010 )
Negara
Republik Indonesia sekalipunNegara hukum yang berpegang terhadap hukum
tertulis (hukum postif) namunpenegak hukum wajib memperhatikan hukum
adat yang hidup dalam masyarakat.Begitu penting memahami hukum adat
dalam upaya penegakan hukum, hal ini diaturdalam berbagai peraturan
perundang-undangan, meskipun dipahami dengan berbagaiistilah seperti;
hukum tidak tertulis, hukum yang hidup dalam masyarakat,nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat atau rasa keadilan dalam masyarakat,sebagai
berikut;
•Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman. Pasal 20(1): Hakim
sebagai alat Revolusi wajib menggali, mengikuti danmemahami nilai-nilai
hukum yang hidup dengan mengintegrasikan dari dalammasyarakat guna
benar-benar mewujudkan fungsi hukum sebagai pengayoman.
•Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan- Ketentuan PokokKekuasaan Kehakiman Jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 TentangPerubahan
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-KetentuanPokok
Kekuasaan Kehakiman: Pasal 27(1): Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilanwajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup dalammasyarakat.
•Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.Pasal25
(1):128 “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar
putusantersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan
perundang-undangan yangbersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untukmengadili.Pasal28 (1): Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum danrasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
•Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan KehakimanPasal5:
(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahaminilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
•Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal18B
ayat 2 (amandemen ke 2):129 Negara mengakui dan
menghormatikesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnyasepanjang masih hidup dan sesuai
denganperkembanganmasyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalamUndang-Undang. Dalamupaya penegakan terhadap
PERDA Kab Lebak Nomor 32 tahun 2001, tentunyadiperlukan sanksi tegas
bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran sebagaimanadiatur dalam
Ketentuan Pidana, Pasal 9 (1) Setiap Masyarakat Luar Baduy yangmelakukan
kegiatan mengganggu, merusak dan menggunakan lahan hak ulayatMasyarakat
Baduy diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
dendapaling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah).
Tidak
hanya diakui dalam tata peraturan perundang-undangannasional, kedudukan
masayrakat adat dan hukum adatnya juga diakui oleh
MasyarakatInternasional, seperti contohnya dalam melalui ILO Convention
169 of June 27,1989: Convention Concerning Indigenous and Tribal Peoples
in Independent Countries,memberikan pedoman perlindungan bagi
masyarakat adat, sebagaimana diatur dalam;Article 2 (1) Governments
shallhave the responsibility for developing, with the participation of
the peoplesconcerned, co-ordinated and systematic action to protect the
rights of thesepeoples and to guarantee respect for their integrity.2. Such action shall includemeasures for:(a)
ensuring that members of thesepeoples benefit on an equal footing from
the rights and opportunities whichnational laws and regulations, grant
to other members of the population.(b) promoting the full
realisationof the social, economic and cultural rights of these peoples
with respect fortheir social and cultural identity, their customs and
traditions and theirinstitutions;(c) assisting the members of
thepeoples concerned to eliminate, socio-economic gaps that may exist
betweenindigenous and other members of the national community, in a
manner compatiblewith their aspirations and ways of life.
Selanjutnya, UnitedNation Permanent Forum on Indigenous People yang dibentuk pada tahun 2000mengesahkan United Nations Declaration of the Rights of Indigenous People (UNDRIP)pada
12 September 2007, di mana Indonesia merupakan salah satu negara yang
ikutmenandatanganinya. Dalam Deklarasi ini telah diakui secara rinci
hak-hakmasyarakat hukum adat baik yang bersifat individu maupun
kolektif, mulai daribidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan
lainnya. Dengan demikian, negaraIndonesia memiliki kewajiban untuk
menghormati (to respect), melindungi(to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak masyarakathukum adat yang telah dijamin di dalam Deklarasi tersebut.(Perlindungan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat, M. Akil Mochtar)
Kedudukan dan Pengakuan terhadap HakUlayat dan Kekayaan Alam
MasyarakatInternasional telah mengakui keberadaan dan kedudukan Masyarakat Adatsetidaknya melalui; The Conventionconcerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries, 1989. The Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, 2007. The Rio Declaration on Environment and Development, 1992,
jika dukungan MasyarakatInternasional sedemikian kuatnya maka sudah
menjadi kewajiban utama pemerintahkita dalam memberikan segala bentuk
perlindungan mengenai hal ini, dimulai dariKebijakan Publik (public policy) yangberbasis kepada konsep Konstitusi Hijau (Green Constitution).
Dalamkonteks
Indonesia, pada pokoknya, wacana konstitusi hijau dan ekokrasi
dapatdikatakan tercermin dalam gagasan tentang kekuasaan dan hak asasi
manusia sertakonsep demokrasi ekonomi dalam UUD 1945. Wacana konstitusi
hijau ini mulaimuncul diakhir abad ke-20 dan awal abad-21 ketika orang
merasa sangat risaudengan lambatnya respons konkret pemerintah
negara-negara konstitusional akanpentingnya memelihara lingkungan hidup
agar kelangsungan hidup umat manusiadapat terjamin berdasarkan prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Penuangankebijakan lingkungan (green policy) kedalam produk perundang-undangan jugabiasa diterjemahkan dalam bahasa inggris greenlegislation. Karena itu, jika norma hukum tersebut diadopsi ke dalam teksundang undang dasar, maka itu disebut greenconstitution. Konsepsi demokrasi model baru yang diistilahkan sebagaiekokrasi (ecocracy) dapat digunakanuntuk melengkapi khasanah pengertian yang tercermin dalam istilah-istilah democracy, monocracy, dan theocracy
yang sudah dikenal selamaini. Sebagaimana tercermin dalam Pasal 28H
ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4)-nya,UUD 1945 pasca reformasi merupakan
salah satu contoh dari the green constitution yang dimaksudkan. (Green Constitution, Prof.Jimly Asshiddiqie, SH, Rajawali Press, 2009)
Masyarakat
Adat yang hidup dalam suatudaerah secara turun temurun dan tidak
terputus serta masih terus menjalanihukum adatnya maka melekat juga Hak
Ulayat bagi masyarakat Adat tersebut,pengakuan terhadp hal ini sudah
diatur dalam berbagai aturan baik dalamKonstitusi maupun di
levelperundang-undangan di bawah UUD 1945, pengakuan dan penghormatan
terhadapmasyarakat hukum adat tersebut sebagi contohnya dimuat di dalam Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998, Pasal
41; “Identitasbudaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah
ulayat dilindungi,selaras dengan perkembangan zaman.”
UUNomor 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal
3; “Denganmengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat danhak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum
adat, sepanjang menurutkenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengankepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa sertatidak boleh bertentangan dengan Undang-undang
dan peraturan-peraturan lain yanglebih tinggi.
Sementarapada bagian Penjelasan; Ini
berartibahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik
Indonesia yangkemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa- sebagai
keseluruhan, menjadi hak puladari bangsa Indonesia, jadi tidak
sematamata menjadi hak dari para pemiliknyasaja. Demikian pula
tanah-tanah didaerah-daerah dan pulau-pulau tidaklahsamata-mata menjadi
hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutansaja. Dengan
pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi,air dan
ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat
yangdiangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang
mengenai seluruhwilayah Negara.
Perlu juga kita cermati pengaturan mengenai hutanadat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanankonsideran
c. bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan
mendunia,harus menampung dinamika aspirasi dan peranserta masyarakat,
adat dan budaya,serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma
hukum nasional Pasal1 (6)Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.Pasal 4 (3)Penguasaan
hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,
sepanjangkenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak
bertentangan dengankepentingan nasional.Pasal 5 (3) Pemerintahmenetapkan
status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); danhutan
adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat
yangbersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.Pasal 17 (2)Pembentukan
wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan
denganmempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan,
kondisi daerahaliransungai,sosial budaya, ekonomi, kelembagaan
masyarakat setempat termasuk masyarakat hukumadat dan batas administrasi
pemerintahan.Pasal34 Pengelolaankawasan hutan untuk
tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8dapatdiberikan
kepada:a.masyarakat hukum adat,b.lembaga pendidikan,c.lembaga
penelitian,d. lembaga sosial dan keagamaan.
Lebih khusus lagi undang-undang ini mengaturmengenai masyarakat adat dalam Bab IX Masyarakat Hukum Adat, Pasal 67 (1)Masyarakat
hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannyaberhak:a.melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari masyarakatadat yang bersangkutan;b.melakukan
kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan
tidakbertentangan dengan undang-undang; danc.mendapatkan pemberdayaan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.(2)Pengukuhan keberadaan dan
hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud padaayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Kiranya kita perlu mencermati pengaturan laranganmelakukan eksplorasi minyak bumi dan gas sebagaimana diatur dalam UU RI No.22 Tahun 2001 Tentang Migas, pada Pasal 11(3)
Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat
palingsedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu :a.penerimaan
negara;Terlihat kesan kuat bahwa undang-undang iniberorientasi
kepentingan ekonomi semata dengan menempatkan perihal penerimakeuangan
Negara berada pada bagian pertama yang harus dipenuhi
kewajibannya,sementara berkaitan dengan kedudukan masyarakat adat dan
hak ulayatnya beradapada urutan paling bawah, tertera dalam huruf (p)
pengembangan masyarakat sekitarnya danjaminan hak-hak masyarakat adat. Sedangkandalam Pasal 33
(3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapatdilaksanakan pada :
a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempatumum, sarana dan
prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milikmasyarakat
adat;
Namun dalam penjelasan pasal 33
Ayat(4) Khusus tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci dan tanah
milikmasyarakat adat, sebelum dikeluarkan izin dari instansi Pemerintah
yangberwenang perlu mendapat persetujuan dari masyarakat setempat.
Menilikkembali
kedua berita di atas yang mengungkap rencana eksplorasi minyak bumi
diblok Rangkas, serta memperhatikan pengakuan dari pihak pemerintah
daerahsetempat dan terlebih merasakan ungkapan hati masyarakat adat
Baduy yang tidakpaham persoalan ini, sementara rencana eksplorasi yang
dinyatakan telahmengantungi izin (license)
sebagaimanadiinformasikannya rencana tersebut pada situs resmi
perusahaan Lundin BV, darihal-hal rumit yang akan mengancam kelestarian
alam Banten, khususnya mengancamkedamaian masyarakat adat Baduy, kiranya
adakah Pemerintah Daerah kita memilikikomitmen untuk melindung warga
negaranya, warisan agung kebudayaan leluhur dan lingkunganalam?
Bahan Rujukan
1. AsepKunia, S.Pd dan Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si, Saatnya Baduy Bicara, Penerbit BumiAksara, 2010
2. Akil Mochtar, Perlindungan HakKonstitusional Masyarakat Hukum Adat,
3. FerryFaturokhman,
Hukum Pidana Adat Baduy dan Relevansinya Dalam Pembaharuan HukumPidana,
Thesis Magister Ilmu Hukum UNDIP, 2010
4. Prof.Jimly Asshiddiqie, SH, Green Constitution, Rajawali Press, 2009
5. Perusahaan Minyak Swedia-AustraliaIncar Lahan Adat Baduy http://www.bantenesia.com/index.php/banten/item/868-perusahaan-minyak-swedia-australia-incar-lahan-adat-baduy
6. Gubernur Banten Diminta BuktikanJanji Lindungi Baduyhttp://www.mediabanten.com/content/gubernur-banten-diminta-buktikan-janji-lindungi-baduy
8. Isu Pertambangan di Lebak Resahkan Suku Baduy http://www.republika.co.id/berita/nasional/nusantara-nasional/12/07/16/m79flh-isu-pertambangan-di-lebak-resahkan-suku-baduy
9. Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2001 Tentang Migas
10. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
13. Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 Tentang Ketentuan-KetentuanPokok Kekuasaan Kehakiman
14. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 TentangKekuasaan Kehakiman.
15. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
16. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
17. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 TentangPerlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!