Rabu, September 09, 2009

Layang-layang Ziki


Ziki berlarian senang dengan seutas tali dan sepotong layang-layang yang tak pernah terbang melewati kepalanya. Ketiga paman kecilnya dan dua teman sebayanya, mengikuti dari belakang. Terdengar suara tawa riang mereka di lapangan bulu tangkis, meminta pada Ziki agar bergantian bermain layang-layang itu. Ziki masih terus berlari sementara ketiga paman kecil dan dua sahabat sebayanya kelelahan mengejar dari belakang, Ziki masih saja berlari berharap lari kecilnya dapat menerbangkan layang-layang kertasnya yang sudah mulai sobek akibat beradu dengan permukaan tanah dan kerikil.



Ketiga paman kecil dan dua sahabat sebayanya berteriak memanggil Ziki tapi dia terus saja berlari, hingga sampai pada bibir tebing, Ziki tidak merasa lelah namun sedikit jengkel sebab layang-layangnya tak kunjung terbang. Ziki kecil menantang langit dengan dagu mungilnya, berteriak sekeras mungkin. “Hey angin kemana kamu pergi? Kenapa tidak ajak layangan Ziki terbang tinggi?!” belum ada jawaban atau pertanda alam, sudah berkali-kali juga bibir kecilnya berusaha menciptakan suara siul tapi angin tak kunjung berhembus, mungkin karena suara siulnya tidak tepat.


Ziki kecil terduduk pada tanah merah tepi bibir tebing, memperbaiki layang-layangnya yang sobek di bagian ujung, direkatkan kembali kertas itu dengan sedikit air liurnya, berdiri sigap dengan dada membusung berlari kecil memutar sekitar tepi tebing sambil terus memanggil-mangil angin. Layang-layangnya tak kunjung terbang melewati ketinggian kepalanya, Ziki yang sedang diterpa putus asa kembali terduduk pada tanah merah tak peduli celana seragamnya menjadi kotor oleh bercak lumpur sisa hujan semalam. Kembali membetulkan kertas yang tersobek, kali ini dia menggunakan sedikit lumpur tanah merah basah agar lekatnya lebih lama.


Telapak tangannya yang terlanjur berlumur lumpur merah disapukan pada kulit pipi putih dan sedikit tembem itu, membuat tiga garis merah pada sebelah kiri dan tiga lagi di sebelah kanannya. Semangat kembali berkobar seperti Rambo kali ini. Di tatapnya tanah miring tidak begitu curam menuju arah kampungnya tepat di bawah tebing yang di dominasi batu besar dan tanah merah labil. Berlari sekencang mungkin dengan panduan kaki-kaki kecil tak bersandal dan teriakan tak hentinya…

“Hey angin!!! Bawa terbang layangan Ziki… ajak terbang tinggi Ziki juga!!!”….

“Hey angin!!! Bawa terbang layangan Ziki… ajak terbang tinggi Ziki juga!!!”….

“Hey angin!!! Bawa terbang layangan Ziki… ajak terbang tinggi Ziki juga!!!”


Alam memberi pertanda lewat pergeseran lempeng bawah bumi, menciptakan gelombang pada permukaan tanah dan menggoncang seisi tebing hingga berurai bebatuan, disambut gelontoran tanah merah yang merayap turun dengan cepat. Layang-layang Ziki terbang melayang tinggi lepas dari gengaman Ziki yang terperosok dan tergulung bersama ribuan kubik tanah merah yang menimbun seluruh isi perkampungannya.


Layang-layang Ziki terus melayang tinggi, singgah di Jakarta memberi kabar kampung halaman Ziki, tertiup angin kembali kearah Depok dengan kabar yang sama, melayang tak tentu arah hingga tergeletak pada halaman rumahku. Kupunguti layang-layang lusuh dengan noda merah… bukan tanah tapi darah!



Banten, 8 September 2009, 23.45 WIB

-ketika telinga hampir pekak mendengar panggilan itu-

Untuk Ziki-ziki kecil yang tak tertimbun why don`t you have wings to fly me.. like the swallows so proud and free (taken from Donna Donna song by Joan Bartez)




(foto ketika street perform utk Tsunami Aceh... mungkin seharusnya kuhapus foto ini agar tidak terulang lagi bencana yg sama!)

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!