Rabu, Agustus 03, 2011

Senja yang Tenggelam Tepat Diatas Ubun-ubun Kita


(foto diambil dari: http://lajournaldeolive.blogspot.com/2010_12_01_archive.html)



Janji adalah hutang, begitu banyak orang menyakini akan hal ini, namun pertanyaannya kemudian adalah; apakah janji boleh berubah manakala waktu telah berubah, situasi dan kondisi juga berubah bahkan saksi dan si pembuat janji telah berubah wujud? Apakah lantas hutang tersebut kemudian menjadi tunai terbayarkan begitu saja?





Bulan Mati, demikian Kau menginginkanku menuliskan kisah tentang Bulan Mati, Aku pun berjanji menyanggupi permintaanmu itu. Sebuah kisah yang membuat jemariku lantas meradang, merambat kelu di antara deret huruf-huruf alfabet, memohon samudera ide menggelorakan deburan kata-kata yang dapat merontokkan karang bisu kemandegan. Bulan bagi Kita adalah kehidupan yang mistik, Sayang. Bulan dengan gravitasinya yang menjadi penyebab pasang-surutnya gelombang laut sebagai penanda garis pantai, batas antara air dan pasir, daya yang meluap maju tuk tengelamkan batas itu atau surut kebelakang melapangkan hamparan butir pasir hingga pelampung peringatan batas bahaya renang hingga menjadi hanya semata kaki belaka.



Demikian sama surutnya semburan kalimat pada sumber mata air inspirasiku hingga sebatas telapak kaki bahkan perlahan mengering pasti di sela-sela jemari.





Permintaanmu tentang kisah 'Bulan Mati' turut mematikan pula tarian jemariku pada penanda kalimat tak memiliki ritme, tempo acak serta cacat nada. Bagaimana jika kutawarkan satu kisah baru, Kekasihku? Tentang senja, yaa, meski banyak orang telah mengisahkan tentang senja tapi kan kucoba dengan perspektif Kita. Sudut pandang yang sedikit mengambil derajat curam seperti sudut lancip bagi segitiga sama sisi, sesungguhnya kisah ini pun permintaanmu, jika Kau masih mengingatnya.





Mari sedikit kuberi petunjuk bahwa pada suatu senja tiba-tiba Kau mengajukan sebuah permintaan; “Ceritakan padaku kisah tentang senja yang tenggelam tepat di atas ubun-ubun Kita?” permintaanmu ini serupa permintaan seorang pangeran kecil dari planet antah berantah yang minta dibuatkan seekor domba kepada seorang pilot yang terdampar pada sebuah gurun pasir, tentunya Aku pun tidak ingin menguras energiku seperti yang telah dilakukan pilot itu dengan tetap bersikukuh menggambarkan seekor domba dengan perspektif orang dewasa sementara yang meminta adalah seorang bocah maka wajar kiranya jika bocah tersebut berhak untuk memprotes hasil gambaran, beribu kali pun mencoba menggambarkan dengan sudut pandang sebagai orang dewasa, pangeran kecil itu akan tetap memprotes.





Mari Kita menuju pantai, Kekasihku, biar senja itu sendiri yang akan bercerita langsung kepada Dirimu, kepada Diriku tentang kembaranya dari ufuk timur menuju ufuk barat sembari Kita rebahan di butiran pasir, menatapi langit yang berubah warna sementara membiarkan senja tenggelam tepat di atas ubun-ubun kita.







KK wrote this especially for my lovely IKK

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!