(Sejenis Sequel Paidi`s Adventures?)
Seharian tadi Paidi menunggu di depan sebuah rumah tua milik sepupu Pangudi R Antono alias Pangeran, sudah tiga hari Pangeran mengajak Paidi berkunjung ke rumah Agung. Pada sebidang pekarangan cukup teduh dengan lindungan pohon kelengkeng, sedari tadi tingkah laku Paidi terlihat gusar, sesekali menaiki pohon kelengkeng, bertengger pada satu dahan kecil tapi dasar Paidi tidak sadar dengan ukuran tubuhnya yang hampir mirip kuda nil itu terjatuh berdebum di tanah, bukan Paidi nama jika tidak ngeyel, dia masih juga menaiki pohon itu dan untuk kesekian kalinya tubuhnya terjatuh berdebum lagi.
Tiga kali sudah, akhirnya dia mengakui teori gravitasi. Pangeran dan Agung, sepupunya, hanya tertawa cekikikan melihat seonggok kuda nil terjatuh. Mereka mau tidak mau jadi menduga-duga mungkin seperti inilah jika mereka berdua menjadi manusia yang pertama kali diturunkan ke bumi oleh Sang Maha Pencipta dari taman firdaus lalu mahluk hidup berikutnya yang diturunkan oleh Sang Pencipta ke bumi ini adalah kuda nil. Menjadi saksi kuda nil mula-mula diturunkan ke bumi. Gedeebuukkk!!
Berbatang-batang rokok sudah tandas menjadi puntung, Paidi masih juga sesekali tengok kanan-tengok kiri, clingak-clinguk, garuk-garuk kepala meski tidak gatal. Memperhatikan puluhan motor yang melintasi jalan kecil di depan rumah, terlebih jika dari kejauhan dia melihat secercah warna khas motor sebuah jawatan tapi begitu melintasi depan hidung, Paidi terlihat kecewa. Sudah tujuh kali Paidi kembali bertanya pada Agung, “Mas alamat rumah ini betul toh Jalan RM Hoesein Jayadiningrat No. XX?”
“Mas Pay ini sedang ngopo toh mas? Koq dari tadi bolak-balik, mundar-mandir di depan sana terus nanya alamat rumah ini berkali-kali!” Agung masih juga belum mendapatkan jawaban dari tujuh pertanyaan yang sama sebelumnya. Paidi hanya tersenyum menggapurancang, ”Anu mas... ehh.. Nganu aku.. anuku..eh koq anuku! Nganu mas, aku menunggu pak pos!” Pangeran dan Agung bersepakat bilang ”Ooooo!! Pantas!”
”Mas Pay memang nunggu surat dari siapa mas? Apa surat dari mbak Iyem ya?!” Pangeran mencoba menerka. ”Wooo bukan Mas! Bukan
“Loh kalo bukan nunggu
“Maaf Pak, kalau Jalan Bayangkara sebelah mana ya?” Pak Pos ini rupanya petugas baru yang belum hafal betul seluruh wilayah kerjanya. Pupus sudah harapan Paidi, dia tinggalkan Pak Pos tanpa menjelaskan sepatah kata karena percuma saja dia pun tidak mengenal daerah ini. Terduduk lesu pada sebuah sofa ruang tamu, Pangeran dan Agung hanya tersenyum, Paidi sudah menunggu Pak Pos sejak pagi sementara hari sudah hampir maghrib. “Mas lebih baik mandi dulu. Aku lihat dari tadi pagi cuma nongkrong di depan. Mandilah biar seger dan wangi, badanmu bau banget!” sebagai tuan rumah Agung harus berlaku memuliakan tamu-tamunya.
Paidi melepas kausnya yang sama sejak kemarin, mengendusi badannya berulang kali dan mengusir lalat-lalat hijau yang beterbangan mengerumuni tubuh berkeringatnya dengan kaus. “Masak sih bau? Ah biasa aja koq Mas!” dengan santai membakar batang rokoknya lalu keluar, punggungnya menunjukkan tattoo terbesar pada punggungnya. Pangeran dan Agung tidak pernah tidak tertawa jika melihat tattoo besar itu: LEBIH BAIK JAUH DARI ORANG TUA DARIPADA JAUH DARI ANGGUR ….
Selepas Isya, Agung dan Pangeran tidak menemukan Paidi baik di dalam kamar maupun di halaman depan. Beberapa kali handphonenya dihubungi namun tidak pernah dijawab. ”Oh apa Mas Pay pergi ke internet ya? Warnet yang paling dekat dari sini dimana bro?” Pangeran ingat sore tadi Paidi bercerita bahwa dia memiliki teman chatting. Agung serasa tidak percaya mendengar Paidi bisa memanfaatkan dunia maya.
Mereka berdua bergegas menuju warnet yang hanya berjarak dua ratus meter dari rumah, tepat di seberang Kantor Catatan Sipil. Agung menanyakan pada operator warnet apakah ada orang denga ciri-ciri seperti Paidi masuk kewarnet ini. ”Oh tadi ada Bang tapi Cuma sebentar. Habis pelanggan lain pada protes pada saya begitu Abang itu masuk koq tiba-tiba warnet ini jadi banyak lalat hijau dan mau busuk gitu Bang! Yah terpaksa deh saya suruh keluar daripada pelanggan lain yang keluar. Bisa rugi saya!” Agung dan Pangeran tidak ragu lain pasti Paidi pernah kesini. Mereka pamit pada penjaga warnet yang masih sibuk membantai lalat-lalat hijau peninggalan Paidi menggunakan sejenis raket listrik.
Agung dan Pangeran berjalan pasrah memasuki pelataran rumah tanpa membawa kuda nil hasil buruannya. Sebelum membuka pintu rumah. Mereka mendengar suara yang tidak asing bagi telinga mereka namun tidak ditemukan asal suara itu. Agung mempercayakan telinganya membimbing pada asal suara hingga berhenti pada batang utama pohon kelengkeng, tidak terlihat apapun diatas sana, terlalu gelap. Pangeran datang membawa senter dan galah bambu setelah mendapatkan instruksi dari Agung karena teriakan mereka tidak berhasil membangunkan Paidi. Agung bertugas memberikan titik kordinasi letak Paidi yang bersemayam pada sebuah cabang besar pohon kelengkeng itu dan Pangeran yang melanjutkan dengan tindakan penyogrokkan, 1...2...3! GEDEBUUGGGHH!!! Seonggok kuda nil kembali turun ke bumi akibat gaya gravitasi.
- Bukan PRODUK INSOMNIA. Kota S, 19 Juni 2009, sepulang Juma`tan -
- di otakku sebenarnya berdesakkan kalimat-kalimat minta dikeluarkan tapi aku belum bikin soal UAS! Kacau!! -
Hahaha... kasian Paidi.. (^^,) Klo yg pny blog masih menunggu pos juga ga? Xixixi.. OK hari Selasa kayaknya nyampe,soale baru akan dikirim hari Senin :)
BalasHapusasikkkkk...... kata Paidi
BalasHapus;-)
paidi ...paidi ..duh kasian amat ya ?.
BalasHapuskasihan kuda nil disamakan dengan Paidi :P
BalasHapusmantap gan artikel nya
BalasHapusAgen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola