Sabtu, Mei 23, 2009

Pada Suatu Masa Kematian

Pagi sebagaimana rutinitas biasanya, kupacu motor kreditan menuju kampus, hanya sepuluh menit sudah sampai terkadang tak kurang dari tujuh menit jika gelora pembalapku meradang. Hari ini aku ingin menikmati lagi atmosfer diskusi hangat dalam ruang kelas. Kubuka diskusi hari ini ”So class, as we all knew before that criminology is study of crime. Criminologists explained their work through many approaches, such as Lombrosso with his rational-scientist thinking and experimental methods, his work is trying to find out the origin of criminal inside human body and mind, one of his theories tell us about born criminal. But right now I am trying to discuss about “twin theory”. As you all can see in the book `Introduction to Psychology`, in United State of America there was big project experiment about human nature traits inside the twin person, it called; `Minnessota Study of Twins Reared Apart` to find out about traits and criminal behaviors heritability” bahan handout tempo hari kuketik, kujadikan patokan.



Aku terus mengoceh tentang twin theory, manusia-manusia dihadapanku yang duduk melingkar memperhatikan dengan serius, kutebarkan senyumku sebagai bentuk penghormatan forum. Heritability studies estimate that the minimum extent to which different individuals vary in a trait within a particular human population is genetically determined. For example, I.Q. is considered to be highly heritable based on the extent to which monozygotic (identical) twins are more similar in I.Q. than dizygotic (fraternal) twins. Because identical twins are 100% genetically similar and fraternal twins only 50% similar, a higher rate of concordance, or similarity, in a behavioral trait between identical twins than fraternal twins is reflective of a genetic influence.” Kuajak mereka melihat buku `Kriminologi` tulisan Topo Santoso pada halaman dua puluh lima, sekedar komparasi teori psikis hasil penelitian Lombroso terhadap narapidana. ”During the I.Q test, Lombroso mentioned that the result of the test is; criminal`s I.Q less than 100!



Kuambil spidol, menuju white board untuk menggambarkan ilustrasi tentang proses pertemuan sel sperma dengan sel telur yang menentukkan apakah nantinya menjadi kembar identik atau hanya kembar biasa, tiba-tiba setelah menggambarkan ilustrasi itu aku hanya terdiam, berdiri menghadap mereka yang duduk dalam formasi kursi lingkaran besar. Kumpulan kalimat berdesakan meminta untuk keluar dari mulutku tapi ada yang menghambat mereka. Aku jadi teringat pada masa itu; pada suatu masa kematian!



*long-long time ago*



“Bunda nanti kalo ade kecil udah lahil boleh gak K ajak maen bola tlus maen pelang-pelangan, maen mobil-mobilan, ama maen tepok gambal?” mulut kecilku yang belum juga fasih menyebutkan huruf “r” dengan sempurna, masih terus meminta ijin bunda agar keinginanku dikabulkan bunda. Aku masih ingat betul masa kecilku saat masa-masa panjang penantian kelahiran adik kecil, setiap malam aku belum dapat tidur dengan nyenyak jika belum berbicara dengan adik kecilku yang masih melingkar nyaman di dalam rahim bundaku. Setiap kali bunda menghantarkanku pada ranjang kecil bermotif serupa dengan abangku, begitu juga motif-motif dan model pakaian, sepatu, tas yang serupa lainnya hampir semua barang milik kami serupa persis hanya berbeda warna meskipun kami berdua tidak serupa sama sekali, mungkin ini obsesi bunda. Setiap malam selalu kubelai lembut perut bunda yang membesar. Menempelkan telingaku pada perut bunda, bercerita pada adik kecilku didalam sana tentang serunya permainanku sore ini dengan teman-teman sebayaku, kadang aku dapat merasakan kekeh kecil adikku dari dalam sana. Bunda meyakinkanku bahwa adik kecilku betul-betul tertawa, belakangan kuketahui itu hanya tawa bunda yang tertahan geli melihat tingkah lakuku.



“Boleh sayang, tapi tunggu dulu sampai ade besar ya? Nanti kalau ade sudah bisa jalan, bisa lari boleh kok K ajak main bola tapi sekarang K tidur dulu, kalau ade diajak ngobrol terus, nanti ade gak bisa tidur. Bobok ya sayang.” Setelah mencium kepalaku sempat kulihat bunda membetulkan letak selimut abang, sejenak memastikan kami sudah betul-betul tidur kemudian mematikan lampu. Adik perempuanku dipastikan nyaman tidur dipelukkan bunda, sementara ayah sudah dua minggu belum juga pulang dari lokasi proyek pembangunan bendungan dan irigasi di sebuah desa terpencil Kota S.



Pagi betul aku sudah dibangunkan Nenenda, sesuatu terjadi pada bunda katanya. Mataku belum terbuka sempurna, botol susu tanpa isi masih melekat dimulutku. Aku melihat bunda mengejang dan mengerang, aku masih belum paham. Nenenda memindahkanku kepelukan Tante M menjauhkan kami dari kamar bunda, mengajakku dan abang menuju pelataran rumah. Abang masih memeluk erat kaki-kaki Paman A berkumis super tebal, abang tertua bunda, adik kecilku entah ditangan siapa.



Paman U datang tergesa-gesa dengan motor CB 100 warna tangki merah putih, turun dipelataran rumah bersama Bidan H, hampir setiap persalinan bunda dan tante-tante kami selalu ditangani Bidan H. Sejenak Bidan H tersenyum kearahku kemudian berbincang serius dengan Paman A lalu memasuki rumah. Abang berlari kearahku, Paman A keluar lagi hanya untuk melempar bola plastik kesayangan abang kemudian bergegas masuk rumah. Abang mengajakku main lempar-tangkap bola, kuikuti permainan itu sementara botol susu tanpa isi itu masih menggelayut tergigit pada mulutku.



Teriakan bunda seolah membelah pagi buta di desa kecil ini, Abang bereaksi dengan cepat, dia melempar bola keras sekali jauh melewati kepalaku lalu berlari secepatnya kearah dalam rumah. Aku hanya terdiam menggigil mendekap kedua lututku, karet penutup botol susu tercabik oleh gigi susuku. Tante M merangkulku, menenangkan aku yang menggigil. Aku mencari sudut kenyamanan dalam pelukan tante bahkan aku tidak sempat menangis tak mengerti apa yang terjadi tapi mataku bersembunyi dibalik bahu Tante M. Semua berkumpul dikamar, kulihat bunda tersenyum paling indah yang pernah kulihat, ada dua mahluk kecil berwarna merah bergelinjangan disekitar dada bunda.



Nenenda menciumiku berkali-kali, aku belum paham. ”Sekarang K sudah punya ade, dua lagi! tuh liat.” Tangan keriput Nenenda menunjuk kearah dua mahluk mungil itu, aku masih belum paham, abangku mendekat lalu berteriak; ”Hore A sekarang punya ade laki-laki baru lagi!!!” cepat-cepat yang lain memberi kode agar abangku diam. Perlahan titik pahamku mulai muncul, jadi seperti inikah wujud adik yang setiap hari kuajak bicara lewat batas labirin perut bunda, tapi bagaimana caranya mereka bergerak dalam perut bunda? Apalagi berdua!



Bunda memberi kode agar abang, aku dan adik perempuanku mendekat dan dipersilahkan menciumi mereka berdua. Abangku menciumi mereka dengan gemas, aku masih belum paham ekspresi apa yang harus kutunjukkan sementara adik perempuanku menangis ketika didekatkan pada mereka, mungkin sebagai bentuk protes karena mereka telah mencuri dua payudara bunda yang masih menjadi haknya.



Lalu kemudian gelegar petir dahsyat menghantam rumah kami. Ayah tiba-tiba saja hadir padahal baru seminggu pulang kerumah dari lokasi proyek. Badannya masih berlumuran lumpur merah, begitu juga sepatu boot dan motor trailnya, wajahnya sudah ditumbuhi lebat rambut-rambut liar. Firasat ayah ternyata benar, memeluk bunda yang belum juga siuman karena shock, kami bertiga betul-betul tidak paham, mengapa semua orang dirumah ini menangis? Baru saja pekan lalu semua tertawa bahagia, rumah ini hingar bingar dengan keceriaan tapi sekarang entah mengapa atmosfer rumah menjadi berat sekali?



”Ayah kenapa ade dipakein baju putih cih?” tanya polosku kearah ayah hanya dibalas pandangan berkaca-kaca. Ayah mengangkat salah satu adikku, satu lagi dibawa Paman A. ”Ayah ade mau dibawa kemana? K mau maen pelang-pelangan `ma ade!” rengekkan ku hanya disambut oleh pelukkan Nenenda, menciumi seluruh bagian wajahku tiada henti, lirih kudengar suara Nenenda, ”Ade-ade K mau dianter pulang oleh ayah...” aku masih juga belum paham! ”tapi ini `kan lumah ade? Koq kelual lumah tuh! Tlus kenapa koq yang ngantelin banyak amat Nek?” seingatku mereka seperti mendendangkan puji-pujian yang tak pernah kupahami artinya saat itu, hanya berupa dengungan saja tak lebih. Mereka membawa keluar kedua adik kecilku.



Bunda berteriak keras, ”Tuhan mengapa kau ambil lagi kedua anak laki-lakiku!! Tak cukupkah kedua anak perempuanku terdahulu?? Ooh Tuhan... Mengapa begitu irinya Engkau akan kebahagianku dengan malaikat-malaikat kembarku!! Kau ambil mereka semua!! Allahhhuuu Akbarrr....” Bunda kembali tak sadarkan diri.....

Aku pun memerlukan kesadaran diri itu...



”Pak... pak! Kita jadi diskusi tentang `twin theory` gak nih?” aku masih belum paham dengan ucapan pemuda ini, tangannya masih dibahuku. Astaghfirullah! Kuambil segelas air putih yang biasa kubawa kedalam kelas. Kuminum habis, kuatur nafasku. ”Oke! So after I explained the twin theory, now I`ll give you all thirty minutes to discuss the cases from Minnessota Study of Twins Reared Apart!sementara mereka membuat formasi kursi lingkaran dalam kelompok-kelompok kecil, aku keluar kelas mencari udara segar kemudian membuat polusi dalam rongga dadaku dengan membakar Dji Sam Soe. Kupandangi langit cerah biru laut hari ini, bersama hembusan asap Dji Sam Soe kusematkan sepotong doa bagi kedua pasang malaikat sedarah-dagingku, semoga asap-asap itu dapat menggelayut tepat dibawah nirwana. Semoga!




Angan bergerak di batas nyata
Kepakan terlampau lemah
Sampai pada isak pertama itu
Tak kusangka isak akhir pula
Hadirnya tak dapat kupeluk

Kenyataan berbicara lain

Rest In Peace My Twin Little Brother

jika camar dapat terbang
kenapa tidak pipit ringan melayang
jika jiwa kembali hilang
maka berpulanglah ia dengan tenang
akankah Arrasy itu terang?


-medio 2004-


-dari sekotak kamar tempat malaikat-malaikat itu pulang-

Kota S, di sebuah desa yang mengambil nama Nenenda Buyut

(sempat tertulis pada 15 Februari namun tak sanggup melanjutkan, selesai 23 Mei 2009*)

*karena kau Kika S (ialan)!!!* …but thanks!

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!