Minggu, Juni 07, 2009

PRODUK INSOMNIA


“I haven`t ever really find a place that I called home

I never stick around quite long enough to make it

I had apologized once again that i`m not in love ……….”



Lagu Life for Rent milik Dido ini lagi-lagi menjadi kawan ketika tidak bisa tidur seperti biasanya, sudah malam ke 840 aku tersiksa dalam malam-malam sadisku tapi tetap terbebas dari percobaan pembunuhan sang hening senyap. Kelopak mata ini seakan tidak kenal lelah, menjadi begitu ringan, sudah tiga buku sejarah kutuntaskan, lima batang aroma terapi tandas terbakar hingga batang bambunya, entah berapa milli gram tar dan nikotin mengendap di pojokan paru-paru dicampur endapan caffeine pada lambung dan ginjalku, ratusan butir pil tidur kutelan sudah bulat-bulat. Efek resistennya memaksa aku untuk terus meningkatkan dosisnya setiap malam, jika malam pertama hanya kutelan sebutir maka malam berikutnya harus kutelan dua butir, dapat dibayangkan kehidupan malamku yang ke 840 ini, sebanyak itu pula kutelan bulat-bulat butir-butir itu, kalikan dengan efek resistennya.


Tak berefek pada rasa kantukku justru aku menjadi pecandu setianya, sial! Mencipta sejenis kanker pada hati dan ginjalku, mendenyutkan pembuluh darah sepanjang dahi kiri dengan hentakan-hentakan migren yang memancing amarah. Herannya setiap malam memori biologisku selalu lebih aktif memutar kembali setiap detik rekaman kebersamaan, malam-malam yang tak produktif, lebih sering aku hanya mengigil pada pojokan kamar tanpa sebab meski temperatur kamar menguras habis keringatku.


“…If my life is for rent and I don`t love to buy… but I`ll deserved nothing more than I get `cos nothing I have is truly mine” (Dido, Life for Rent)

Jelas kurindu harum sprei bersih dan lembutnya bantal kapuk, tapi lebih dari itu aku merindu aroma dan hangat tubuhmu, leher jenjangmu yang selalu membiusku dengan lena bunga tidur. Berlindung bersama pada selembar selimut dari kejamnya dingin malam, sementara di balik itu kita hadir dalam pakaian kelahiran kita masing-masing. Malam terindah yang sering kita lalui bersama meski tanpa peleburan dua tubuh dalam gelora purba, sekedar memberi kenyamanan suhu tubuh satu sama lain sebagai penghantar pada gerbang mimpi indah bersamaan, tak lebih, ini semua lebih dari cukup.


Terindah dari yang paling indah adalah menemukan dirimu masih dalam pelukanku kala mentari kembali muncul dari ufuk timur. Suryaku ada di balik kelopak matamu ketika dengan ringan pertama kali kau sambut bias sinar ultra violet justru kau pantulkan spektrum warna lebih hidup lewat lensamu, terkadang masih kulihat sepotong citra sisa mimpi yang masih menggelayut di ujung bulu mata lentikmu. Rekahan senyummu menandingi kelopak bunga manapun yang sudah lebih dulu siap menerima hasil fotosintesis daun hingga putiknya Kicau burung penghuni pagi pastilah minder mendengar suara pertamamu menyambut dunia; selamat pagi kekasihku. Dada rapuh ini selalu menjadi sandaran pertamamu sebelum memulai aktivitas hari.


Sambutan kekasih pada cerah ceria dunia pagi itu terakhir kali kudengar 840 pagi yang lalu, selalu menggoda dalam malam-malam sadisku di balik terror insomnia! I clik one song in winamp playlists, Kunikmati lagu soundtrack film City of Angel, sebuah film tentang kekonyolan malaikat pencabut nyawa.


” ... and I don`t want the world to see me `cos I don`t think could they understand // when every thing is make to be broken I just want you to know who I am… I just want you to know who I am… I just want you to know who I am” (Goo Goo Dolls, Iris)


Am I the same Seth? Ahh, bicara apa aku ini?! Ini semua produk insomniaku, halusinasi surealistik! Hanya halusinasi, efek bola salju yang terus menggelinding di setiap malam-malamku akibat dorongan berjuta milli gram tar, nikotin, caffein dan pil tidur. Suara adzan subuh sudah bergema. Baiknya aku kembali pada bangsalku, menjadi korban sekaligus pasien insomnia!


Kuderas ribuan kali perkataan Soe Hok Gie `Dan orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur.... Dan orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur.... Dan orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur.... Dan orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur.... Dan orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur....”


-Propinsi B, Kota S, Desa Kaloran Hj. Jaenab -

-Satu lagi produk insomnia yang tertunda. Pertama kali tertulis pada dini ke 720 selesai dini hari ke 840!! (jangan tanyakan patokan awal 720 dini hari itu! Hanya halusinasi) -


2 komentar:

  1. Hmm.... setelah membaca ini saya berpikir, ternyata "luka" itu parah banget ya? It will heal, sooner or later ;-) *Klo ga nyambung ya mohon muup.. but I sense something like that here*

    Good luck!

    BalasHapus

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!