Rabu, Maret 17, 2010

cukup panggil kawanku ini; Mu`uk

Agus Mulyono, kawan akrabku ini memang tak seumuran denganku. Tante keduaku bilang dia pernah satu kelas dengan Agus Mulyono, begitu juga tante ketigaku dan oom bungsu tapi Agus Mulyono selalu beruntung karena setiap tahun selalu dicintai oleh wali kelasnya, walhasil sampai dengan keluar kumis dan jenggot, Agus Mulyono masih juga memakai hem putih dan bercelana merah meski bulu-bulu kakinya melebat luar biasa.

Agus Mulyono, kami satu kampung cukup memanggil namanya dengan sapaan; Mu`uk, semata-mata kami hanya mengikuti lidahnya yang melafalkan namanya sendiri. Yaa, perkembangan kemampuan otaknya yang menyebabkan dia sulit menyebut namanya sendiri, berkah dari Tuhan ini pula yang membuatnya dia selalu tinggal kelas, karenanya Mu`uk selalu menjadi kawan sebaya bagi orang yang terlahir satu jaman dengannya, begitu juga manusia lain yang lahir jauh tahun setelah dirinya, tak hanya itu, Mu`uk juga menjadi sebaya bagi seumuran bapak kami dan kakek-nenek kami, sebabnya dia supel terhadap semua generasi di kampung kami. Dia paling komunikatif dengan keterbatasan pelafalan huruf konsonan dan hampir semua kata dia singkat dan selalu mengulang-ulang kalimat yang dia ucapkan, meski diulang-ulang tak jarang kami sulit memahami sepenuhnya maksud ucapannya. Agus Mulyono alias Mu`uk, orang terspesial di kampong kami!

Begitu spesialnya Mu`uk sehingga seluruh warga kampung mengenal sosoknya bahkan Pak RT saja iri karena kalah pamor. Warga kampung baru tahu Pak RT jika mengurus surat pengantar pembuatan KTP saja, itupun sebelumnya bertanya beberpa kali letak rumahnya, tak jarang warga bertanya letak rumah Pak RT justru langsung pada manusia berkumis tebal yang kerap duduk-duduk di pos ronda ini.

Mu`uk, manusia teraktif di kampung kami! Urusan apa yang tak sanggup ditangani panggil saja Mu`uk lalu sebut saja; proyek! Maka Mu`uk akn menerimanya dengan mata berbinar-binar dan semangat meletup-letup. Yaa, bagi dirinya semua urusan dia anggap sebagai proyek walau sekedar betulkan genteng bocor, ahh Mu`uk hanya menjentikkan jari terkecilnya, urusan kebersihan kampung? Mu`uk sudah siap dengan kendaraan pribadinya; gerobak dorong, minta diambilkan kelapa muda? Bahkan Mu`uk kerap beratraksi turun dari batang pohon kelapa dengan posisi kepala terlebih dahulu sementara kedua kakinya mencengkram erat batang pohon itu, tapi pepatah ‘sepandai tupai melompat akhirnya jatuh juga’ pernah berlaku untuk kelihaiannya ini. Dua gigi yang rontok tak pernah memadamkan nyalinya, tak ada satupun pohon tinggi yang belum dia panjat di kampung kami ini.

Satu lagi yang membuat Mu`uk menjadi special, banyak warga kampung yang percaya jika Mu`uk mempunyai nyawa sembilan, bahkan lebih bisa jadi! Insiden terjun bebas dari pohon kelapa, dua kali dia alami, tak ada tulang yang patah pada kerangka tubuhnya, sekalipun retak tak pernah menjadi soal, buktinya Mu`uk sudah cengar-cengir dua-tiga hari berikutnya di bawah gawang lapangan bola, posisi penjaga gawang tak pernah tergantikan. Kecanggihan Mu`uk dalam menerkam bola yang menuju arah gawangnya selalu menciptakan decak kagum pemain lawan dari kampung sebelah, bagi teman satu team hanya geleng-geleng kepala saja, pasalnya bola yang menggelinding pelan dan menyentuh permukaan tanah saja, Mu`uk selalu sigap menerkam. Abangku, satu team dengan Mu`uk saja pernah menjadi korban. Pelipis mereka sama-sama robek, ketika kepala mereka beradu, niat abang mengamankan bola lewat tandukan kepalanya, tiba-tiba abangku pingsan setelah melihat kelebatan di hadapannya, sementara Mu`uk, tetap dengan senyum khasnya meskipun pelipisnya berlumuran darah.

Kampung kami sempat gempar ketika Mu`uk tak kunjung timbul setelah melompat dari jembatan, sementara aku dan kawan-kawan yang lain hanya menyusuri tanjakan batu cadas dan siap mengambang dengan karet ban truk, ‘kanyut-kanyutan’ adalah kebiasaan anak-anak kampung dalam menikmati aliran sungai justru ketika air sungai berada pada puncak tertinggi dan terderas debit airnya. Aku dan kawan-kawan menggigil kedinginan atau ketakutan lebih dominan yang menciptakan gemertak gigi dan gerakan otomatis lutut dan tremor ringan pada bibir ungu kami ketika kami harus melapor kepada kakak tertua Mu`uk. Hampir seluruh pemuda kampung terjun kealiran sungai dan menyusuri pinggiran sungai namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Mu`uk. Magrib mereka hiraukan, nyawa Mu`uk jauh lebih penting ketimbang bersujud pada Sang Pencipta, bahkan Tuhan pun dibuat iri oleh Mu`uk, bisa jadi malaikat pencabut nyawa pun kerap kecelek dengan stok nyawa Mu`uk.

Akhirnya Pak RT sebagai Komandan SAR kampung menghubungi Ustadz Syahroni, selepas Isya dengan bantuan penerangan petromak, ustadz melepas sebotol air mineral yang telah didoakan. Dikomandani Pak RT pemuda tertangguh kampung yang masih kuat menahan tubuh yang menggigil terus mengikuti botol itu mengalir, aneh bin ajaib! Botol yang terikat pada tali raffia yang terpegang erat di tangan Pak Ustadz itu hanya terhanyut perlahan saja padahal aliran sungai tengah meluap-luap dan begitu derasnya.

Botol terhenti pada suatu pusaran air, titik itu, warga kampung tak terlalu heran jika botol itu berhenti pada titik itu. Konon di titik itu pada dasarnya terdapat palung, warga kampung cukup menyebutnya; sumur rit yang tersohor dengan reputasi angka korban yang tewas pada titik itu. Mang Ais, sudah siap terjun meskipun menjelang maghrib tadi sudah dua kali dia mencapai dasar sumur itu, nihil! Dia tak pernah ragu jika Pak Ustadz memerintahkan dirinya karena bukan sekali-dua kali dia menarik tubuh terkulai dari dasar itu, menyusuri tali raffia menuju botol mineral yang tenggelam, sungguh di luar batas kewajaran.

Telapak tangan Pak Ustadz telah menyeka wajah keriputnya, diikuti helaan nafas amien, itu kode bagi Mang Ais untuk terjun dan menyelam. Teriakan Allahu akbar dan Alhamdulilah membahana dari pinggir sungai tepat tengah malam. Tubuh Mu`uk terkulai lemah tapi ajaib, masih bernafas! Padahal Pak Ustadz membaca doa saja lebih dari lima belas menit ketika kami berhenti pada titik itu, entah berapa lama Mu`uk berada di titik itu mengingat kami berada di air sejak selepas dhuhur. Lagi-lagi malaikat pencabut nyawa kecewa karena gagal membawa serta Mu`uk, malaikat itupun harus tertunduk lesu melaporkan kegagalan tugasnya.

Satu lagi insiden yang membuat malaikat pencabut nyawa tercoreng reputasinya jika harus berhadapan dengan Mu`uk. Tikungan depan rumahku pernah menjadi TKP, nyawa Mu`uk meregang tertabrak motor dari belakang dan menggelepar di selokan tapi lagi-lagi, malaikat pencabut nyawa gagal!



*mau tahu lagi kisah kejar-kejaran Mu`uk dengan malaikat pencabut nyawa lainnya? Nanti aja ahhh.. ternyata capek ngetik langsung dari kotak catatan facebook plus sambil menjepit handpone diantara telinga dan bahu demi berbincang dengan teman *


Koelit ketjil
Kota S, 16 (22.30) -17 (00.10) Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!