Rabu, Maret 10, 2010

REVOLUSI a la MIE INSTANT


I`m gonna start a revolution from my bed!”

suaraku masih serak tapi terpaksakan keluar. Sepotong lagu Oasis itulah yang pertama kali keluar dari mulutku hari ini. Rambut gondrongku masih berantakan, mata begitu perihnya menerima sinar matahari, diantara ambang kesadaran dan belum terkumpulnya seluruh potongan nyawa-nyawaku yang masih bergentayangan di luar tubuh ini, jendela kayu kubuka, sisa asap rokok sepanjang malam berebutan keluar dari kamar sempit. Sudah sangat siang rupanya, bagaimana tidak jika aku baru mnutupkan kelopak ini pukul sembilan! Lagu Oasis baru saja meninggalkan radio bututku, pesan terakhirnya;

But don`t look back in anger, don`t look back in anger, I heard she say

yah, aku juga dengar kau, Galager!


So, aku telah putuskan dari kasur busa setebal lima senti ini yang penuh dengan bercak cairan mulut yang mengalir deras ketika tertidur juga bercak cairan lain yang keluar tak sengaja, yaa, revolusi hidupku akan kumulai dari titik ini!


Runutan jalur hidup harus kurubah total, doktrin lagu semasa kecil yang membodohkanku harus kugubah! Bangun tidur seharusnya bersihkan dulu tempat tidur terlebih dahulu bukan lalu meneruskan mandi dan gosok gigi, logika runutan aktifitas macam apa itu?! Tempat tidurku tak layak disebut ranjang karena tanpa dipan kayu sama sekali, hanya berupa busa dan sprei dari bahan seragam pengabdi negeri kiriman ayahanda yang tak sempat beliau jadikan pakaian karena telah masuk masa purnabhakti.


Pukul dua belas siang, waktunya sarapan bagiku yang mana jam biologis telah terkacaukan oleh gangguan insomnia. Aku telah merancang agenda revolusi hidupku seketika potongan tempe mendhoan dan tahu susur lumat kumamah dalam mulutku meluncur menuju lambung oleh pergerakan peristaltic tenggorokan setelah itu biar enzim-enzim dalam lambung merubahnya menjadi energi berkat proses kimiawinya menyumbang sedikit pasokan Adenosin Tri-Pospath mungkin ada pula yang berubah menjadi simpanan endomorphin-ku yang akan keluar sewaktu-waktu jika rasa laparku menyiksa, biar pembius alamiku yang menangani rasa perih itu.


Kang Otong, sudah paham jika tanggal tua begini rupa, jika aku hanya memesan menu tempe mendhoan dan tahu susur dengan nasi yang menggunung serta semangkuk mie instant seolah menjadi pengganti sayur dengan volumenya yang hampir menandingi tumpukan nasi itu, maka aku adalah anggota ‘pramuka’ sejati dihadapan Kang Otong pada masa seperti ini.


Jadi sabaraha Kang? Biasanya Kang, tulis wae diteun buku pramuka!”[1] senyum meriahku dibalas senyum kecut Kang Otong, mungkin ada penyesalan kesamaan suku yang merantau di daerah suku yang berbeda setiap kali dia sadar ini adalah hari tua, hari ‘pramuka’ bagi anak kos karena dia harus mencatat nama-nama mereka dalam buku kecil catatan hutang bersampul gambar tunas kelapa itu. “Ahh, si Aa mah sok kitu ah! Tapi tong lila teuing mayarna! Bisa bangkrut atuh urang ieu. Tah si A Yipa, A Bimo, A Adni geus tilu bulan can mayar hutang, nganjuk deui..nganjuk deui! Iraha boa rek mayarna..”[2] Kang Otong tidak pernah bisa memaksa kami membayar hutang, karena dia paham, kami dari suku yang sama inilah pemasok terbesar aliran penghasilan dari usaha warung nasi dan bubur kacang ijo (burjo) milik boss-nya, terkadang dia juga yang melindungi kami jika ada inspeksi mendadak terhadap neraca pemasukan warung burjo.


Si Boss mungkin juga tidak terlalu memusingkan kami para anggota ‘pramuka’ ini, karena berkat kecanggihan upaya lobby kami kepada kantor perwakilan perusahaan mie instant terbesar dalam republik ini yang membuat usaha warung burjonya jadi berkembang dan memiliki cabang di berbagai kantong-kantong lokasi kos-kosan terbesar di Jogja ini. Bahkan setiap menjelang lebaran mereka telah disediakan beberapa armada bus untuk mudik kampung halaman dari perusahaan mie instant itu, secara gratis! Berkat kami, mahasiswa afkiran tanpa ancaman D.O ini yang sudah fasih merayu perusahaan kapitalis yang telah menyedot keuntungan terbesar justru dari kaum termiskin dari republik ini, betapa kami yang tak mampu membeli bahan makanan pokok, beras, cukup membeli mie instant tanpa perlu khawatir memusingkan anggaran membeli bumbu-bumbu dapur. Mau dengan citarasa apa? Semua tinggal pilih; soto koya, kari ayam, super pedas, dan lain-lainnya semua dengan harga yang sama, soal asupan gizi, tak pernah menjadi perhitungan yang utama ada pembakaran dalam tubuh, indikatornya keringat mengucur setelah menyantap mie instant, itu sudah!


“Oooo…Nasib anak kos kadang hanya makan mie, gimana gak kurang gizi?”

grup Padhayangan Project ini juga pernah mengalami nasib serupa kami. Buktinya mereka juga menjadi orang sukses berkat mie instant, itu sebabnya aku harus memulai revolusi hidupku, dimulai saat ini, setelah semangkuk mie instant telah tandas kami cerna!


Melangkah pasti keluar dari warung burjo, berderap bersama tiga kawan senasib-sepenanggungan, semua mulut kami seperti terbakar ketika asap-asap tembakau menyembul dari rokok bermerk dagang Djarum Coklat, yang tidak tersedia di warung rokok manapun di seputaran Jogja karena perusahan itu membagi penyebaran varian produknya yang sama ini hanya di Jogja dan sekitarnya, namun berbeda merk dagang; Djarum 76. Kami yang terbiasa dengan cita rasa Djarum Coklat, meminta secara khusus agar selalu tersedia stok rokok itu di warung burjo yang sengaja dikirim langsung dari daerah asal kami, tatar pasundan.


Aku telah merancang revolusi hidupku, setelah ini kan kukayuh sepeda onthel menuju rumah dosen pembimbing skripsi, sudah tiga bulan terbengkalai. Agenda cuci gudang bagi angkatan lama yang ditawarkan kampus telah disambut dengan suka cita bagi kami angkatan tua tanpa ancaman D.O ini. Bimo sudah mendaftarkan empat mata ujian remedial hari ini, betapa program yang menguntungkan, tanpa perlu ikut masuk dalam kelas semester regular atau semester pendek, hanya tinggal ujian bagi matakuliah yang berada pada garis terbawah nilai buruk! Begitu juga Adni, dia hanya tinggal mengurus Sertifikat Sya`adah, bagi angkatan tua hanya diberikan ujian baca surat terpendek dan tidak perlu diperhatikan aturan membaca al-quran yang tepat, cukup menandakan bahwa kami ini masih muslim yang kuliah di kampus milik yayasan ormas Islam terbesar ini, itu sudah! Lalu Piya, bagaimana dengan agenda revolusinya? Rupanya pagi tadi dia tidak membersihkan kasur, bantal dan gulingnya yang bau iler!


KAPAN WISUDA KAWAN?



1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999

2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000

2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001

2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002

2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003

2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004

2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005

2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006

2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007

2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008

2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009

.......................................... N O ..........................................

.......................................... D O ..........................................


-untuk kawan A.H, Februari 25, 2009-
bahkan sekarang sudah 2010!



- Koelit Ketjil -

Kota S, 10 Maret 2010

Produk Insomnia, memori biologis mengajakku pada masa revolusi a la mie instant yang mengangkatku dari bayang kelam dan gelar ’mahasiswa abadi’



[1] “Jadi berapa kang? Biasalah kang, tulis saja di buku pramuka!”

[2] “Ahh, si Aa (panggilan mas untuk orang sunda) sih suka gitu ah! Tapi jangan terlalu lama bayarnya! Bisa bangkrut saya neh. Tuh si aa Yipa, A Bimo, A Adni sudah tiga bulan belum bayar hutang, ngutang lagi..ngutang lagi. Kapan mau bayarnya..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!