Jumat, Januari 03, 2014

BADUY; KEARIFAN, KEBERSAHAJAAN DAN TANTANGAN MENJAGA KELESTARIAN ALAM

Catatan
Koelit Ketjil
(Komandan Komunitas Relawan Banten)   

 
(Photo; SEBA Baduy 2013, sejumlah 1.797 warga Baduy Dalam dan Baduy Luar menghadiri acara tahunan SEBA di pendopo Gubernuran Banten)

Potret Wajah Kebersahajaan Baduy dan Ancaman 

Masyarakat Adat Baduy merupakan komunitas adat yang masih memegang teguh hukum adat dan menjaga keserasian alam lingkungan hidupnya, dari pola kehidupannya yang khas, bersahaja, sederhana,dekat dengan alam inilah seharusnya kita dapat banyak belajar bagaimana menjaga kelestarian bumi tempat kita hidup. Berkat konsistensi dalam pelestarian alam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Baduy, Presiden Republik Indonesia memberikan penghargaan KALPATARU sebagai PENYELAMATLINGKUNGAN pada tahun 2004. Alam Baduy yang hijau, asri, tentram, damai, udara segar, air sungai yang jernih, masih dapat kita rasakan, sungguh jauh berbeda keadaannya jika dibandingkan dengan kehidupan kota yang sarat akan berbagai polusi.  

Masyarakat Baduy yang menetap di daerah administrasi Propinsi Banten, terletak pada 6°27'27"-6°30' Lintang Utara(LU) dan 108°3'9"-106°4'55" Bujur Timur (BT), tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, sebagaimana diketahui terdiri dari dua kelompok besar yaitu; Baduy Dalam yang mendiami tiga kampung; Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo,serta Baduy Luar yang bertempat tinggal setidaknya di 51 kampung;
1.Kampung Keduketug; 2. Kampung Cipondok; 3. Kampung Babakan Kaduketug; 4.Kampung Kadukaso; 5. Kampung Cihulu; 6. Kampung Balingbing; 7. Kampung Marengo;8. Kampung Gajeboh; 9. Kampung Leuwibeleud; 10. Kampung Cipaler; 11. Kampung Cipaler Pasir;12. Kampung Cicakal Girang; 13. Kampung Babakan Cikakal Girang;14. Kampung Cipiil; 15. Kampung Cilingsuh; 16. Kampung Cisagu; 17.Kampung Cijanar; 18. Kampung Ciranji; 19. Kampung Babakan Eurih; 20. Kampung Cisagulandeuh; 21. Kampung Cijengkol;22. Kampung Cikadu; 23. Kampung Cijangkar;24. Kampung Cinangsi; 25. Kampung Batubeulah; 26. Kampung Bojong Paok; 27.Kampung Cangkudu; 28. Kampung Cisadane; 29. kampung Cibagelut; 30. KampungCibogo; 31. Kampung Pamoean; 32. Kampung Cisaban;33. Kampung Babakan Cisaban;34. Kampung Leuwihandam;35. kampung Kaneungay; 36. Kampung Kadukohak; 37.Kampung Ciracakondang; 38. Kampung Panyerangan; 39. Kampung Batara; 40. Kampung Binglugemok; 41. Kampung Sorokokod; 42. Kampung Ciwaringin; 43.kampung Kaduketer; 44. Kampung Babakan Kaduketer; 45. Kampung Cibongkok; 46.Kampung Cikopeng; 47. Kampung Cicatang; 48. Kampung Cigula; 49. KampungKarahkal; 50. Kampung Kadugede; 51. Kampung Kadujangkung. Kampung-kampungtempat tinggal beserta Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy inilah yang diakuioleh Pemerintah Daerah Lebak dalam Peraturan Daerah Kabupaten LebakNomor 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. 

Jelas sudah merupakan tanggungjawab utama pemerintah dalam memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 (3); “Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melindungit atanan masyarakat Baduy dari upaya-upaya yang mengganggu/merusak yang berasal dari luar masyarakat Baduy.” 


Namun, kedamaian alam Baduy akan terancam dengan adanya rencana eksplorasi minyak bumiyang disasar oleh perusahaan asing, setidaknya akan ada tiga perusahaan pengeboran minyak, yaitu; LundinPetroleum (Swedia), Tap Energi (Australia), dan Carnarvon Petroleum (Australia)yang telah mengantongi perizinan eksplorasi Blok Rangkas meliputi lahan seluas 3.977 km2 yang terbentang dari perbatasan Sukabumi di sebelah timur hingga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon di sebelah barat, sebagaimana dilansir oleh Bantenesia.com (http://www.bantenesia.com/index.php/banten/item/868-perusahaan-minyak-swedia-australia-incar-lahan-adat-baduy)


(photo by: http://berandakawasan.files.wordpress.com/2012/06/freeport-mines.jpg Lubang raksasa mengangga di bumi Papua)

Mengingat begitu banyak contoh daerah-daerah yang telah dijadikan titik ekplorasi yang kemudian meningkat statusnya menjadi titik eksploitasi minyak bumi yang kemudian menjadi rusak keseimbangan alaminya, lalu ditinggalkan tanpa perbaikan kembalialam yang telah rusak itu. Contoh menyedihkan adalah bumi Papua yang habis dikeruk hingga hanya meninggalkan lubang-lubang super besar menganga danrusaknya tatanan adat akibat eksploitasi besar-besaran oleh Perusahaan Freeport, akankah hal ini juga terjadi di bumi Banten? 

Lantas pertanyaan yang muncul kemudian adalah; “Dimana tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan hak ulayat masyarakat adat Baduy sebagaimana tertera dalam PERDA Kab. Lebak Nomor 32 Tahun 2001?”   


Apakah Pemerintah Daerah pura-pura tidak mengetahui hal ini? Jika pemerintah tidak mampu mempertanggungjawabkan perlindungan yang dijanjikan maka sebagaimana amanat dalam Pasal 1 (3) diatas, masyarakat pun memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan tersebut. Hal ini setidaknya telah dilakukan oleh Suhada, Direktur Eksekutif ALIPP, yang menentang tegas pernyataan Komari, Kabiro Humas Pemprov Banten yang mengatakan bahwa pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi atau izin berkaitan dengan eksplorasi Blok Rangkas. 


Suhadamenegaskan, "Jika pejabat di Pemprov Banten menyatakan tidak tahu menahu soal eksplorasi blok Rangkas, itu merupakan kebohongan publik. Sejak tahun 2008, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Banten sudah mendampingi kegiatan tersebut. Selain itu, pihak Ludin BV, menurut berita di media lokal, sudah melakukan pertemuan dengan Gubernur Banten di Pendopo,"(19/7/2012) (http://www.mediabanten.com/content/gubernur-banten-diminta-buktikan-janji-lindungi-baduy)  



(photo; SEBA BADUY 2013, pada acara ini Jaro Dainah sempat meminta Gubernur untuk turut menjaga kelestarian alam, tidak hanya di wilayah Baduy tapi juga wilayah Banten lainnya)


Kebohongan(terhadap) publik ini dapat dibuktikan jika kita membuka situs resmi Lundin Petroleum, salah satu perusahaan asing yang pada tahun 2013 akan melakukan eksplorasi pengeboran minyak di Blok Rangkas. Berikut ini petikan dari situs tersebut;There are six other exploration licences within proven petroleum systems. Acquisition and interpretation of 2Dand 3D seismic is ongoing with the aim to commence exploration drilling activities in 2013. Rangkas = 2,983Km2.. (http://www.lundin-petroleum.com/eng/operation_indonesia.php)  

Masyarakat Adat Baduy sejak dahulu kala secara turun temurun dan tidak terputus hingga saat ini hidup di atas Tanah Ulayat yang memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah atas lingkungan hidupnya karenanya melekat bersamaan dengan ini adalah Hak Ulayat, dimana masyarakat Adat Baduy memiliki kewenangan untuk mengambil segala manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Masyarakat Adat Baduy selalu berpatokan kepada kearifan dan kelestarian terhadap alam lingkungan hidupnya. Hak Ulayat inilah yang wajib untuk diberikan perlindungan dari pemerintah daerah dan masyarakat.  Kehidupan Masyarakat Baduy yang bersahaja, sederhana dan tulus ini rupanya diartikan lain oleh pihak di luar Baduy dan pihak asing, ironisnya hal ini justrudifasilitasi/dilakukan oleh pemerintah daerah.



(peta Blok Rangkas, daerah ekplorasi minyak bumi di Bumi Banten. Sumber dari situs resmi Lundin BVttp://www.lundin-petroleum.com/eng/operation_indonesia.php)


Dapat kita lihat keluguan dan ketidakpahaman masyarakat Baduy ketika melihat upaya-upaya menuju rencana eksplorasi yang terjadi di bumi mereka, sebagaimana diungkapkan oleh AyahMursyid berikut ini;  “Kamiwarga Baduy kurang paham dengan kedatangan orang-orang dari Kota yang berkeliling Leuwidamar disekitar lahan Baduy untuk mengambil contoh tanah dan pengambilan data,” ujar Mursid saat dijumpai Bantenesia (27/6). (http://www.bantenesia.com/index.php/banten/item/868-perusahaan-minyak-swedia-australia-incar-lahan-adat-baduy)  


Ayah Mursyid, yang memiliki nama asli; Alim, merupakan Wakil Jaro Tangtu Cibeo, salah seorang tokoh masyarakat Baduy Dalam yang kerap menjelaskan segala sesuatu yang ingin diketahui oleh masyarakat dari luar Baduy, tugasnya seperti ‘Menteri Luar Negeri’ dalammelakukan hubungan dengan masyarakat dari luar Baduy. Dalam suatu kesempatan, Ayah Mursyid menjelaskan karakter masyarakat Baduy yang konsiten memegang teguh hukum adat dan menjaga kelestarian alam;“… Kami tetep teguh patuh keur ngalaksanakeun amanat wiwitan jeung kami tetep yakin Baduy tetep ayeum tentremnu penting ulah ngaganggu atawa diganggu jeung ulah ngarugikeun komo deui dirugikeun. Kami siap kerjasama jeung sasaha oge tapi anu aya manfaat kana kasalametan hirup balarea, kami mah patuh kana hukum jeung kahayang alam nu diciptakeun kunu maha kawasa.” (dalam buku; “Saatnya Baduy Bicara” Asep Kunia,S.Pd dan Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si, Penerbit Bumi Aksara, halaman 12)    

Konsistensi dan keteguhan hati masyarakat Baduy ini disertai dengan keyakinan bahwa Baduy akan tetap lestari selama tidak saling mengganggu, tidak merugikan atau dirugikan, Masyarakat Baduy yang hidup di alam pegunungan bukan berarti tidak terbuka bagi pihak lain, bisa saja bekerjasama akan tetapi dengan syarat hanya bagi yang memberikan manfaat dan keselamatan umat lebih luas lagi, namun tetap harus berpegang teguh kepada hukum adat dan kehendak alam yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.  


Inilah ajaran kearifan dari masyarakat Baduy yang berakar dari Amanat Buyut, diantaranya;
Gunung Teu MeunangDilebur = Gunung Tak Boleh Dihancurkan
Lebak Teu Meunang Dirusak = Lembah Tak Boleh Dirusak
Larangan Teu Meunang Dirempak = Larangan Tak Boleh Dilanggar
Buyut Teu Meunang Dirobah = Buyut Tak Boleh Dirubah
Lojor Teu Meunang Dipotong = Panjang Tak Boleh Dipotong
Pondok Teu Meunang Disambung = Pendek Tak Boleh Disambung
Nu Lain Kudu Dilainken = Yang Bukan Harus Ditiadakan
Nu Ulah Kudu Diulahkeun = Yang Jangan Harus Dinafikan
Nu Enya Kudu Dienyakeun = Yang Benar Harus Dibenarkan

(dapat dilihatdalam buku “Saatnya Baduy Bicara”) 



Demikian luhurnya kearifan falsafah hidup masyarakat Baduy dalam berkehidupan keseharian yang begitu dekat dengan alam, tak terpisahkan hubungan antara manusia dengan bumi, bumi tempat merekahidup-dihidupi-menghidupi. Terkait dengan rencana eksplorasi Blok Rangkas yangkemungkinan berada di sekitar wilayah masyarakat Baduy, kiranya Amanat Buyutjauh-jauh hari sudah disampaikan berupa petuah; “Gunung Teu Meunang Dilebur, Lebak Teu Meunang Dirusak” falsafahhidup menghargai dan menjaga kelestarian alam yang diamanatkan oleh leluhur inijelas memberikan wejangan dan peringatan bagi kita untuk tidak menghancurkangunung dan lembah jangan sampai dirusak, hal ini juga dapat dijadikan resepuntuk hidup selamat. Bahwa dalam memahami dan menjalani hukum adat tidak bisatidak, harus sesuai dengan ketentuan adat yang telah lestari sejak awalkehidupan telah diterapkan oleh leluhur masyarakat adat Baduy, tidak bisadikurangi-tidak dapat ditambahkan, berjalan apa adanya, “Lojor Teu Meunang Dipotong, Pondok Teu Meunang Disambung”.  
 
(photo copyright; Firman Venayaksa)

Kedudukan Masyarakat Adat dan Hukum Adat 


HukumAdat Baduy merupakan hukum tidak tertulis (lisan) namun kelestariannya tetapterjaga dengan budaya pitutur yangdisampaikan oleh leluhur, tetua adat kepada orang-orang pilihan dan masyarakat adatdalam waktu-waktu tertentu, hukum yang berlandaskan interaksi dengan alamsekitarnya.  FerryFaturokhman seorang akademisi dari UNTIRTA yang telah melakukan penelitianHukum Adat Baduy memaparkan bahwa pada prinsipnya larangan-larangan padamasyarakat Baduy dilandaskan pada filosofi dasar Baduy, lojor teu meunangdipotong, pondok teu meunang disambung (panjang tak boleh dipotong, pendektak boleh disambung). Menurut Jaro Dainah, konsep dasar ajaran di Baduy tersebutadalah keseimbangan alam, kelestarian alam, maka dengan demikian Baduymempunyai kewajiban untuk melestarikan alam dan tidak menentang hukum alam.  



Konsepdasar ini yang kemudian diimplementasikan dalam seluruh sendi kehidupanmasyarakat Baduy termasuk dalam berhukum. Dengan konsep ini kehidupankeseharian masyarakat Baduy dalam berinteraksi dengan alam sedapat mungkintidak merusak alam. Dalam pembuatan rumah misalnya, tanah yang menjadi landasantidak digali ataupun diratakan, sekiranya kontur tanah tersebut tidak rata makayang menyesuaikan adalah panjang pendeknya batu dan kayu yang menjadi pondasidan tiang utama. Hal serupa juga berlaku dalam menanam padi, masyarakat Baduytidak mengolah tanah menjadi sawah, namun mereka menanam padi huma/gogosehingga tanah tidak perlu dibajak/diolah seperti sawah pada umumnya. (HukumPidana Adat Baduy dan Relevansinya Dalam Pembaharuan Hukum Pidana, FerryFaturokhman, Thesis Magister Ilmu Hukum UNDIP, 2010) 


Celakanya daerah eksplorasi bisa jadi masuk ke dalam wilayah yang paling disakralkan oleh Warga Baduy, yaitu Hutan Salakadomas yang juga menjadi pusat ritual bagi Warga Baduy, tentu hal ini akan sangat merugikan Warga Baduy yang akan berpengaruh kepada semua dimensi tatanan religi, sosial, cultur dan ekosistem alam Baduy. Kekhawatiran ini bisa dilihat dalam liputan Republika ( http://www.republika.co.id/berita/nasional/nusantara-nasional/12/07/16/m79flh-isu-pertambangan-di-lebak-resahkan-suku-baduy)

Kedudukan Masyarakat Adat dan Hukum Adattelah diakui oleh Konstitusi Negara Republik, sebagiamana termaktub dalam UUD NRI1945 Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut:Pasal 18B ayat (2)    :“Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”.  Selain itu pada Pasal 28I ayat (3) “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisionaldihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban 


Dalamkonteks masyarakat Baduy, terbukti selama ratusan tahun dapat menjagakeharmonisan hubungan baik sesama warganya ataupun terhadap alam lingkungannya.Hukum adat Baduy (termasuk didalamnya hukum pidana adat Baduy) terbukti dapatterselenggara tanpa adanya kesewenang-wenangan seperti yang terjadi pada abadXVIII di Perancis. Jika ada pelanggaran yang dilakukan masyarakat Baduy, sanksiadatnya telah jelas dipahami oleh masyarakat Baduy dan menerima kepastian hukumyang akan diterima sebagai konsekwensi dari pelanggaran yang dilakukan. Padaprinsipnya hukum pidana adat Baduy menganut pula asas teritorial, namundemikian, keberlakuannya tidak penuh pada setiap delik dalam hukum pidana adatBaduy. Dengan demikian hukum pidana adat Baduy dapat dikatakan menganut asas teritorialyang bersifat quasi. Keberlakuan asas teritorial bagi warga di luar Baduy hanyapada delik-delik yang bersifat umum berlaku bagi masyarakat Baduy sepertipenganiayaan, mencuri, penipuan, mengambil foto, menggunakan alat mandi sepertisabun, shampo dan sebagainya. (Ferry Faturokhman, 2010 ) 


Negara Republik Indonesia sekalipunNegara hukum yang berpegang terhadap hukum tertulis (hukum postif) namunpenegak hukum wajib memperhatikan hukum adat yang hidup dalam masyarakat.Begitu penting memahami hukum adat dalam upaya penegakan hukum, hal ini diaturdalam berbagai peraturan perundang-undangan, meskipun dipahami dengan berbagaiistilah seperti; hukum tidak tertulis, hukum yang hidup dalam masyarakat,nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat atau rasa keadilan dalam masyarakat,sebagai berikut;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman. Pasal 20(1): Hakim sebagai alat Revolusi wajib menggali, mengikuti danmemahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan dari dalammasyarakat guna benar-benar mewujudkan fungsi hukum sebagai pengayoman.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan- Ketentuan PokokKekuasaan Kehakiman Jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-KetentuanPokok Kekuasaan Kehakiman: Pasal 27(1): Hakim sebagai penegak hukum dan keadilanwajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalammasyarakat.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.Pasal25 (1):128 “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusantersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yangbersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untukmengadili.Pasal28 (1): Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum danrasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan KehakimanPasal5: (1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahaminilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal18B ayat 2 (amandemen ke 2):129 Negara mengakui dan menghormatikesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnyasepanjang masih hidup dan sesuai denganperkembanganmasyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalamUndang-Undang. Dalamupaya penegakan terhadap PERDA Kab Lebak Nomor 32 tahun 2001, tentunyadiperlukan sanksi tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran sebagaimanadiatur dalam Ketentuan Pidana, Pasal 9 (1) Setiap Masyarakat Luar Baduy yangmelakukan kegiatan mengganggu, merusak dan menggunakan lahan hak ulayatMasyarakat Baduy diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau dendapaling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah). 


Tidak hanya diakui dalam tata peraturan perundang-undangannasional, kedudukan masayrakat adat dan hukum adatnya juga diakui oleh MasyarakatInternasional, seperti contohnya dalam melalui ILO Convention 169 of June 27,1989: Convention Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries,memberikan pedoman perlindungan bagi masyarakat adat, sebagaimana diatur dalam;Article 2 (1) Governments shallhave the responsibility for developing, with the participation of the peoplesconcerned, co-ordinated and systematic action to protect the rights of thesepeoples and to guarantee respect for their integrity.2. Such action shall includemeasures for:(a) ensuring that members of thesepeoples benefit on an equal footing from the rights and opportunities whichnational laws and regulations, grant to other members of the population.(b) promoting the full realisationof the social, economic and cultural rights of these peoples with respect fortheir social and cultural identity, their customs and traditions and theirinstitutions;(c) assisting the members of thepeoples concerned to eliminate, socio-economic gaps that may exist betweenindigenous and other members of the national community, in a manner compatiblewith their aspirations and ways of life. 


Selanjutnya, UnitedNation Permanent Forum on Indigenous People yang dibentuk pada tahun 2000mengesahkan United Nations Declaration of the Rights of Indigenous People (UNDRIP)pada 12 September 2007, di mana Indonesia merupakan salah satu negara yang ikutmenandatanganinya. Dalam Deklarasi ini telah diakui secara rinci hak-hakmasyarakat hukum adat baik yang bersifat individu maupun kolektif, mulai daribidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lainnya. Dengan demikian, negaraIndonesia memiliki kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi(to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak masyarakathukum adat yang telah dijamin di dalam Deklarasi tersebut.(Perlindungan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat, M. Akil Mochtar)  
Kedudukan dan Pengakuan terhadap HakUlayat dan Kekayaan Alam  


MasyarakatInternasional telah mengakui keberadaan dan kedudukan Masyarakat Adatsetidaknya melalui; The Conventionconcerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries, 1989. The Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, 2007. The Rio Declaration on Environment and Development, 1992, jika dukungan MasyarakatInternasional sedemikian kuatnya maka sudah menjadi kewajiban utama pemerintahkita dalam memberikan segala bentuk perlindungan mengenai hal ini, dimulai dariKebijakan Publik (public policy) yangberbasis kepada konsep Konstitusi Hijau (Green Constitution). 


Dalamkonteks Indonesia, pada pokoknya, wacana konstitusi hijau dan ekokrasi dapatdikatakan tercermin dalam gagasan tentang kekuasaan dan hak asasi manusia sertakonsep demokrasi ekonomi dalam UUD 1945. Wacana konstitusi hijau ini mulaimuncul diakhir abad ke-20 dan awal abad-21 ketika orang merasa sangat risaudengan lambatnya respons konkret pemerintah negara-negara konstitusional akanpentingnya memelihara lingkungan hidup agar kelangsungan hidup umat manusiadapat terjamin berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Penuangankebijakan lingkungan (green policy) kedalam produk perundang-undangan jugabiasa diterjemahkan dalam bahasa inggris greenlegislation. Karena itu, jika norma hukum tersebut diadopsi ke dalam teksundang undang dasar, maka itu disebut greenconstitution. Konsepsi demokrasi model baru yang diistilahkan sebagaiekokrasi (ecocracy) dapat digunakanuntuk melengkapi khasanah pengertian yang tercermin dalam istilah-istilah democracy, monocracy, dan theocracy yang sudah dikenal selamaini. Sebagaimana tercermin dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4)-nya,UUD 1945 pasca reformasi merupakan salah satu contoh dari the green constitution yang dimaksudkan. (Green Constitution, Prof.Jimly Asshiddiqie, SH, Rajawali Press, 2009) 


Masyarakat Adat yang hidup dalam suatudaerah secara turun temurun dan tidak terputus serta masih terus menjalanihukum adatnya maka melekat juga Hak Ulayat bagi masyarakat Adat tersebut,pengakuan terhadp hal ini sudah diatur dalam berbagai aturan baik dalamKonstitusi maupun di levelperundang-undangan di bawah UUD 1945, pengakuan dan penghormatan terhadapmasyarakat hukum adat tersebut sebagi contohnya dimuat di dalam Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998,  Pasal 41; “Identitasbudaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi,selaras dengan perkembangan zaman.”  


UUNomor 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,  Pasal 3; “Denganmengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat danhak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurutkenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengankepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa sertatidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yanglebih tinggi.  


Sementarapada bagian Penjelasan; Ini berartibahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yangkemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa- sebagai keseluruhan, menjadi hak puladari bangsa Indonesia, jadi tidak sematamata menjadi hak dari para pemiliknyasaja. Demikian pula tanah-tanah didaerah-daerah dan pulau-pulau tidaklahsamata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutansaja. Dengan pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi,air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yangdiangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruhwilayah Negara. 


Perlu juga kita cermati pengaturan mengenai hutanadat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanankonsideran c. bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia,harus menampung dinamika aspirasi dan peranserta masyarakat, adat dan budaya,serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional Pasal1 (6)Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.Pasal 4 (3)Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjangkenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengankepentingan nasional.Pasal 5 (3) Pemerintahmenetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); danhutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yangbersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.Pasal 17 (2)Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan denganmempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerahaliransungai,sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukumadat dan batas administrasi pemerintahan.Pasal34 Pengelolaankawasan hutan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8dapatdiberikan kepada:a.masyarakat hukum adat,b.lembaga pendidikan,c.lembaga penelitian,d. lembaga sosial dan keagamaan. 


Lebih khusus lagi undang-undang ini mengaturmengenai masyarakat adat dalam Bab IX Masyarakat Hukum Adat, Pasal 67 (1)Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannyaberhak:a.melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakatadat yang bersangkutan;b.melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidakbertentangan dengan undang-undang; danc.mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.(2)Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.  


Kiranya kita perlu mencermati pengaturan laranganmelakukan eksplorasi minyak bumi dan gas sebagaimana diatur dalam UU RI No.22 Tahun 2001 Tentang Migas, pada Pasal 11(3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat palingsedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu :a.penerimaan negara;Terlihat kesan kuat bahwa undang-undang iniberorientasi kepentingan ekonomi semata dengan menempatkan perihal penerimakeuangan Negara berada pada bagian pertama yang harus dipenuhi kewajibannya,sementara berkaitan dengan kedudukan masyarakat adat dan hak ulayatnya beradapada urutan paling bawah, tertera dalam huruf  (p) pengembangan masyarakat sekitarnya danjaminan hak-hak masyarakat adat. Sedangkandalam Pasal 33 (3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapatdilaksanakan pada : a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempatumum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milikmasyarakat adat;  


Namun dalam penjelasan pasal 33 Ayat(4) Khusus tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci dan tanah milikmasyarakat adat, sebelum dikeluarkan izin dari instansi Pemerintah yangberwenang perlu mendapat persetujuan dari masyarakat setempat.   


Menilikkembali kedua berita di atas yang mengungkap rencana eksplorasi minyak bumi diblok Rangkas, serta memperhatikan pengakuan dari pihak pemerintah daerahsetempat dan terlebih merasakan ungkapan hati masyarakat adat Baduy yang tidakpaham persoalan ini, sementara rencana eksplorasi yang dinyatakan telahmengantungi izin (license) sebagaimanadiinformasikannya rencana tersebut pada situs resmi perusahaan Lundin BV, darihal-hal rumit yang akan mengancam kelestarian alam Banten, khususnya mengancamkedamaian masyarakat adat Baduy, kiranya adakah Pemerintah Daerah kita memilikikomitmen untuk melindung warga negaranya, warisan agung kebudayaan leluhur dan lingkunganalam?                   




Bahan Rujukan

1.     AsepKunia, S.Pd dan Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si, Saatnya Baduy Bicara, Penerbit BumiAksara, 2010
2.     Akil Mochtar, Perlindungan HakKonstitusional Masyarakat Hukum Adat,
3.     FerryFaturokhman, Hukum Pidana Adat Baduy dan Relevansinya Dalam Pembaharuan HukumPidana, Thesis Magister Ilmu Hukum UNDIP, 2010
4.     Prof.Jimly Asshiddiqie, SH, Green Constitution, Rajawali Press, 2009
6.     Gubernur Banten Diminta BuktikanJanji Lindungi Baduyhttp://www.mediabanten.com/content/gubernur-banten-diminta-buktikan-janji-lindungi-baduy
9.      Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2001 Tentang Migas
10. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
13. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-KetentuanPokok Kekuasaan Kehakiman
14. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 TentangKekuasaan Kehakiman.
15.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
16.  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
17.  Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 TentangPerlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!