Jumat, Januari 03, 2014

JIKA RUH TELANJANG MAKA JIWA HARUS BERBUSANA

19 April 2013 pukul 3:00

(sebuah refleksi selepas membaca Novel BUSANA JIWA, karya PuskaTanjung)

-full version-




Tantangan
Sore itu Kota Serang cukup panas, sedianya Saya berencana menikmati secangkir kupi hitam di sebuah Mall tapi kemudian Saya sendiri yang menggagalkan rencana itu karena sudah terbayang betapa menderitanya Saya jika hanya duduk sendiri nyruput kupi karena bagi Saya ‘kupi tanpa kawan yang didapat hanya pahit, kawan!’ Titik kordinat lokasi melenceng,berubah  menuju Rumah Dunia, sudah pasti menemukan kawan untuk melawan sore yang masih juga panas, maka terlihatlah gerombolan manusia tengah mabuk-masyuk belajar ilmu sastra di sini, di rumah yang dibangun dari kata-kata; Rumah Dunia.

Singkat cerita, Saya langsung ditantang oleh Kang Gol A Gong, Sang Arsitek rumah berbahan material bangunan berupa huruf,kata, kalimat, paragraph, tanda baca ini, seorang pendekar berlengan satu, seorang empu dengan puluhan kitab yang lahir dari kelima jemarinya, seorang legenda! Sebagai salah seorang ‘murid degil’ rasanya sulit bagi Saya untuk menolak tantangan Beliau, hampir seperti kesulitan siswa-siswi menolak Ujian Nasional yang sudah menghadang di depan gerbang sekolah.

“Nah, Puska, kenalkan ini Koelit Ketjil, dia juga sama alumni kelas menulis. Koelit, ini Puska Tanjung, alumni kelas menulis angkatan ke enam. Kamu kan pernah cerita, dulu pernah punya pengalaman kerja di NGO yang mengadvokasi waria, gay, PSK dan anak jalanan, ya? Ini Puska sudah bikin buku dan berencana untuk dibedah, ya sudah kamu aja ya?!” inilah gaya Sang Suhu, asal tembak sekenanya aja!

Lalu kemudian Puska Tanjung, manusia berkacamata dengan tudung melindungi kepala, berpenampilan santai, yang baru Saya kenal beberapa menit yang lalu, bercerita penuh semangat dan sentimentil sekali sambil berderai air mata, Saya sempat merinding, bagaimana bisa ada orang yang baru dikenal beberapa menit sudah menunjukkan perasaan terdalamnya? Bukan tampilan awal terbaik, terjaim, terkeren yang Dia coba sajikan pada orang yang baru dikenal.

Lewat cerita Puska seolah Saya sedang berhadapan dengan Mami Vinolia, seorang waria senior, seorang guru, ibu jalanan bagi Saya, bermukim di Jogjakarta. Sosok Mami Vinolia bagi Saya yang pernah terdampar di jalanan Kota Jogja, Beliau merupakan sosok Ibu, kelembutan hati, sikapnya yang ngemong, tutur sapa yang halus dan kesabaran luar biasa serta samudera pengalaman hidup membuat Saya terkesan untuk banyak menimba ilmu dari sosok waria ini. Berawal dari waria jalanan, kemudian menjadi relawan di NGO yang sama tempat saya sempat bekerja, lalu naik tingkat menjadi Kordinator Divisi Pendampingan Waria, pernah juga menjadi Kordinator Divisi Pendampingan Anak Jalanan (saat inilah Saya menjadi murid beliau), hingga akhirnya menjad iseorang Direktur LSM Kebaya, tentu saja sepenuh hidup Mami Vinolia didedikasikan dalam jalur pergerakan advokasi waria.   

Belum cukup saya mendengarkan cerita dari Puska, tiba-tiba Kang Gol A Gong memanggil Kami untuk bergabung dalam lingkaran obrolan antara Guru dan Murid-murid Kelas Menulis. Gaya spontanitas, asal tembak ala Gol A Gong kembali diletupkan, dalam lingkaran itu sekenanya Gol A Gong meminta Jack Alawi selaku penanggung jawab acara HARI BUKU SEDUNIA yang digelar oleh Rumah Dunia untuk memasukan bedah buku BUSANA JIWA dengan pembedah, Saya; Si Koelit Ketjil! Padahal run down acara sudah padat. Pelaksanaan acara untuk minggu depan.

Minggu depan?! Gila!!!  
Gol A Gong memang sudah kelewat waras!


ANATOMI DAN DESAIN BUSANA JIWA
Saya timang-timang buku yang cukup tebalini, paling tidak ada 340 halaman harus lumat dalam jangka waktu seminggu ,dibaca saja belum tentu kelar! Gokil! Pandangan mata Saya justru tertuju kepada tulisan di bawah judul buku ini ‘Ruh itu tidak laki-laki, tidak perempuan. Jika ada yang membedakan di antara keduanya,yaitu anatomi.’ [PUSKA TANJUNG], font huruf pada judul tidak terlalu ‘eyecatching’ beruntung tertolong oleh deretan kalimat kuat itu. Dua puluh tujuh bab terbingkai dalam kertas  paperback  berukuran 14 x 21 cm, besardalam penampakan namun ringan dijinjing jadi tak perlulah dipikul untuk membawanya. Rupanya ini buku telah tercetak kedua kalinya, belum lama ini tepatnya bulan Februari lalu, diterbitkan oleh Penerbit 3M Media Karya yang beralamat kantor di sebuah kos-kosan, bisa jadi tempat bersemayam kawan Sayabernama Juned ‘Lanang Sejagat’ yang mengeluarkan buku ini dari back pack miliknya di awal pertemuan tadi,  hadeuhh opo tumon!

Sepertinya Muhammad Thorik, Sang Perancang sampul buku ini, lewat desainnya, selain merepresentasikan kisah sedih dalam novel ini, juga mewakili wajah melankolis Sang Penulis yang mengaku memiliki hobi menulis ketika hatinya tengah galau tapi Puska Tanjung pasti tak ingin dikategorikan ‘alay’ karenanya dia menuliskan identifikasi dirinya sebagai hati yang resah, mungkin disebabkan statusnya yang sudah tidak remaja lagi,sejatinya apalah beda; resah - galau? Hanya alay yang menderita diskriminasi dan stigma itu, diskriminasi juga diderita para perokok aktif, peminum kupi, demikian juga kawan-kawan yang memilih orientasi homo seksual seperti yang diceritakan dalam novel ini, mungkin daftar ini akan terus semakin panjang….

PERSAMAANPERSEPSI
Sewaktu di kelas, tertanggal 28 Maret2013, saat memberikan kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia, secara sengaja Saya memasukan materi HOMO SEKSUALITAS DALAM PERSPEKTIF HAM, sekalipun materi ini tidak tercantum dalam SAP (Satuan Acara Perkuliahan) milik Dosen Pembina Matakuliah tersebut tapi Saya merasa bahwa Saya adalah pemilik sah kelas tersebut, sekalipun hanya berstatus Asisten Dosen. Di awal perkuliahan dalam salah satu slide power point, Saya tampilkan, sebuah pertanyaan;

Apayang muncul dalam pikiran Anda ketika mendengar istilah
‘HOMOSEKSUAL’ ?

Berbagai respon muncul dari mahasiswa-mahasiswi, ada yang mengatakan; jijik, geli, aneh, serem, pendosa, sakit, criminal, penyimpangan psikologis, penyimpangan seksual, dan respon-respon negative lainnya. Tentu saja Saya merasa kecewa dengan respon-respon judgemental dandiskriminatif tersebut karena dihadapan Saya adalah sekumpulan calon yuris, calon sarjana hukum yang kelak saat kembali ke dunia nyata dalam alam kerja mereka, entah di instansi Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Lembaga Pemasyarakatan atau Law Firm saat melayani klien, saksi, tersangka, terdakwa, terpidana, mereka semua itu harus menjunjung tinggi prinsip EQUALITY BEFORE THELAW, kesetaraan di muka hukum! Tak peduli kau kaya-miskin, ganteng-jelek, tua-muda, hitam-putih, HETERO SEKSUAL-HOMO SEKSUAL!

Entah apa yang akan muncul dalam benak audiens saat acara bedah Novel BUSANA JIWA karya Puska Tanjung, pada Hari Minggu, 21 April 2013, pukul 13.00 di Rumah Dunia. Kita tunggu saja!


MENJADI
Tokoh utama dalam Novel ini bernama Boyke, oleh Sang Penulis digambarkan toogood to be true ; Seorang Desainer fashion sukses, tampan, usia pertengahan tiga puluhan Pemimpin utama, Pemegang saham tunggal rumah mode dan salon kecantikan, mapan, Solidaritas tinggi,menganggap karyawannya sebagai sahabat, tidak pernah bersikap seperti seorang bos. ingin menjadi pelindung bahkan saudara, memiliki kelembutan hati dan sifat feminine, Boyke ingin total menjadi wanita.

Saya tidak ingin terbawa pada arus pikiran main stream yang kemudian akan menambahkan ‘tapi sayangnya’ sebelum kalimat ‘Boyke ingin total menjadi wanita’.

Sang Penulis menggunakan alur cerita maju-mundur-maju (present time – pasttime – present time)  dalam novelini, namun ada kejanggalan yang saya rasakan ketika membaca awal Bab 2.
Di awal kalimat kita dibawa oleh Sang Penulis dalam alur waktu dimana Sang Tokoh pulang dari kantor kemudian masuk kamarnya untuk melakukan ‘pesta gila’ ala Boyke. Dia mengenakan gaun pesanan pelanggannya yang semula dia tolak untuk diambil hari itu, mengunakan make up sempurna, beraksi di depan cermin, berimajinasi menjadi putri tapi kemudian tiba-tiba muncul Sang Mama membuka pintu dengan ekspresi marah, sedih dan takut dan lebih anehnya lagi,Sang Penulis memposisikan diri Boyke dalam usia kanak-kanak!

Lewat Bab ini kita mulai diajak olehSang Penulis awal mula ketertarikan dalam diri Boyke terhadap hal-hal yang berbau ‘all aboutwomen’ dihadirkan oleh Puska Tanjung ketika Boyke masih berusia kanak-kanak. Betapa Boyke selalu tertarik dengan baju-baju dan boneka milik Poppy, kakak perempuannya, Boyke selalu iri mengapa baju-baju Poppy begitu menarik, sehingga mendorong Boyke untuk mencobanya, Boyke kerap menyelinap di malam hari untuk mengenakan baju-baju milik Poppy bahkan dengan pakaian penuh denga bunga-bunga, Boyke nekad berlarian bak kupu-kupu di halaman rumahnya, tengah malam! Sampai-sampai membuat gempar masyarakat yang kerap melihat penampakan hantu putri kecil, akhirnya ketahuan lalu Boyke kecil dihukum oleh Ayahnya.

Dalam perspektif gerakan perlindungan anak terdapat setidaknya empat prinsip, diantaranya;non-dsikriminasi dan kepentingan terbaik untuk anak (the best interest for the children), kadangkala dalam kontruksi social dan budaya di masyarakat Indonesia pada umumnya segala sesuatu untuk anak bersumber dari orang tua, tak jarang anak-anak dipaksa untuk mendengar dan mengikuti ‘INI SEMUA DEMI KEBAIKAN KAMU, NAK!’

Puska Tanjung cukup lihai dalam berperan menjadi anak-anak, kita bisa lihat dalam hal penggambaran karakter keluguan psikologis kanak-kanak Boyke begitu kuat ketika Sang Mama marah kepada Boyke…

Boyke kecil ternganga, kaget dan heran. Mengapa mamanya demikianmarah? Ia hanya sedang bermain dengan boneka milik Phopy, kakak perempuannya. Dan mengenakan baju Phopy dan juga topinya. Tidak ada yang salah? [Busana Jiwa,halaman 14]

Beranjak pada masa remaja Boyke telah menikmati sensasi cinta sesama jenis dengan Randy, pemain basket disekolahnya, tampan, atletis. Disukai oleh hampir semua gadis-gadis di sekolah. Awalnya Boyke ragu untuk menyukai Randy tapi ternyata Randy mendekati lalu membisikkan “Jangan khawatir Baby, kita nyaris sama, Man.”  

Beberapa pakar psikologi, misalnya American Psychological Association berpendapat bahwa homoseksualitas tidak dapat dirubah (immutable), orientasi seksual merupakan bawaan lahir, namun banyak factor yang menyebabkan seseorang kemudian mantap dengan orientasi seksualnya, diantara sebagaimana dijelaskan oleh Seorang psikolog klinis Lita Gading, bahwa proses orientasi seksual dipengaruhi banyak faktor. Gen porsinya sangat kecil, katanya. Lingkungan internal dan eksternal lebih dominan, termasuk pola asuh, trauma, pencarian figur ayah atau ibu saatkecil hingga remaja, dan perhatian orangtua pada fase pertumbuhan dari anakhingga remaja. Kemampuan dan perhatian orangtua dalam memberikan arahan dan bimbingan fungsional perbedaan jenis kelamin juga menjadi faktor lain yang memengaruhi. Lita juga berpendapat pada saat usia remaja adalah fase laten karena perkembangan fungsi organ reproduksi, ketertarikan terhadap orang lain, tapi jika tidak ada bimbingan yang tepat bisa berakibal fatal [Kompas.com,2010]

Dorothy Law Nolte pernah mengatakan; Ifchildren lives with hostility, They learns to fight  (jika anak dibesarkan dengan permusuhan, mereka belajar berkelahi). If children lives with shame, They learns to feel guilty (jika anak dibesarkan dengan penghinaan, mereka belajar menyesali diri). If children lives withfairness, They learns justice (jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, mereka belajar keadilan). Ifchildren lives with acceptance and friendship, They learns to find love in theworld (jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, mereka belajar menemukan cinta dalam kehidupan). Petikan pemikiran Dorothy Law Nolte mengenai pola penanganan dan efeknya terhadap anak tersebut telah menjadi rujukan lembaga-lembaga perlindungan anak di seluruh dunia dan menjadi panduan bagi orang tua  dalam pola asuh anak.

Konflik batin yang diderita oleh Boyke sejak masa kanak-kanak justru membuat dirinya menjadi tertekan. Orang tuanya justru tidak mampu menjawab, menangani ketidak tahuan, keluguan dan kepolosan pemahaman Boyke saat itu. Orang tua terkadang hanya menerapkan ilmu ‘pokoknya’ kepada sang anak, “pokoknya kamu beda dengan anakperempuan!” “pokoknya kamu gak boleh main boneka!”, “pokoknya kamu harus maen sepak bola!”, “pokoknya kamu harus jadi tentara”.


BOYKE ADALAH WARGANEGARA
Dalam pola relasi antara Warga Negara dan Negara (pemerintah) maka HAM (hak Asasi Manusia) dalam hal ini tidak bisa dilepaskan. Orang-orang dengan orientasi berbeda dari umumnya atau dalam hal ini orientasi heteroseksual menjadi dominan jika dibandingkan dengan orang yang memiliki orientasi homoseksual dan transgender kemudian merasa termarjinalkan dalam masyarakat terkadang sering mendapatkan perlakuan diskrimatif, judgemental, bahkan menjadi korban berbagai kekerasaan (fisik-psikis-seksual).

Diskriminasi berawal dari carapandang!
Masihbanyak masyarakat memandang seorang waria, gay, lesbian dengan pandangan jijik,geli, aneh, serem, pendosa, sakit, criminal, penyimpangan psikologis, penyimpangan seksual, dan respon-respon negative lainnya. Padahal menurut American Psychological Association  dalam DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder / buku acuan diagnosti ksecara statistikal untuk menentukan gangguan kejiwaan) homoseksualitas sudah tidak termasuk dalam penyakit kejaiwaan manapun, bahkan World Health Organization (WHO) telah memutuskan bahwa homoseksualitas tidak tergolong suatupenyakit atau gangguan jiwa (1990).

Terkadang hasrat menghukum masyarakat bisa jauh melebihi dari orang yang melebihi kompetensinya, seperti dalam ruang persidangan kadang terjadi kisruh misalnya keluarga korban pasti meminta pelaku agar dihukum seberat-bertanya bahkan kalau perlu hukuman mati, begitu dalam hal fenomena homoseksual, sekalipun ada keterangan dari pihak yang lebih memiliki kompetensi menentukan apakah kelainan kejiwaan atau penyakit tapi masyarakat memiliki persepsi tersendiri, hal ini kemungkinan dikarenakan tidak berada dalam lingkup/irisan yang sama, entah tidak ada keluarga atau tetangga yang‘aneh’ seperti itu atau tidak memiliki empathy.

Undang-undang Dasar sebagai Konstitusikita memberikan jaminan yang sama bagi warga negaranya, tidak mengenal usia, jenis kelamin, orientasi seksual. Mari kita lihta UUD NRI 1945 Bab X mengenai Hak Asasi Manusia, pasal 28  (1) Setiaporang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. 

Segala bentuk perlakuan tidak adil yang kerap terjadi pada waria tentunya melanggar jaminan UUD NRI Pasal 28 I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, danhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surutadalah HAK ASASI MANUSIA YANG TIDAKDAPAT DIKURANGI DALAM KEADAAN APA PUN atau lebih dikenal dengan NON DEROGABLE RIGHTS.

Hak untuk diakui sebagai pribadi di muka hukum inilah yang kemudian mendorong Boyke meminta pengakuan status dirinya hingga ke muka hukum.




          
-KOELIT KETJIL-

Disampaikan pada Launching dan Bedah Novel  BUSANA JIWA, karya Puska Tanjung
Rumah Dunia, Serang 21 April 2013

2 komentar:

  1. Program ini sangat menguntungkan bagi pengguna.
    bila anda blum mendapat penghasilan, silakan ikuti program ini. mudah-mudahan impian anda selama ini bisa terwujud.
    saya benar-benar mendapat keuntungan dari program ini.
    silakan di coba jamin anda akan mendapat keuntungan.
    http://goo.gl/s484eO

    BalasHapus

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!