Selasa, November 24, 2009

Jalan Lantang 1


Dini itu sekitar pukul 2.30


Jelas dini hari itu hanya sepi dan dingin yang ada tapi tidak bagi Lantang, entah berapa persen alkohol tercampur dengan darahnya hingga membuat dirinya terpaksa melepas jaket berbahan denim bertabur aksesoris sobekan disana-sini. Gang sempit panjang penginapan-penginapan kelas melati itu serasa tak berujung, semestinya hanya tujuh menit untuk mencapai Jalan Tegal Panggung pada sebuah kontrakan milik seorang kawan lama sewaktu SMA dulu. Kali ini Lantang betul-betul memerlukan sebuah peristirahatan yang layak, bukan trotoar, setidaknya untuk dini hari ini saja. Sekelebat, antara sadar atau bahkan pengaruh alkohol lebih dominan menghantarnya pada ketidakjelasan pandangan dan sedikit kesadaran, mobil kijang hitam itu berhenti di pertemuan gang kecil sebelah Optik Akur - Jalan Mataram.


Derit ban mobil terkesan dipaksa untuk melaju cepat mencipta suara melengking, suara itu membuatnya kembali fokus untuk terus berjalan walau tak lepas telapak tangannya pada tembok gang menjadi penuntun jalan, bergeser senti-demi-senti. ”Astaga!” hampir saja Lantang menginjak sesosok tubuh kecil, mengejang tak bersuara, matanya terbelalak dan ada buih di sela-sela bibir bocah cilik itu. Untuk dapat memastikan apa yang dihadapannya, cepat tangannya merogoh saku jaket dekil itu, dibantu sedikit nyala api mancis seribu rupiah barulah dia yakin dihadapannya seonggok daging hidup sama spesies dengan dirinya; homo sapiens, MANUSIA!!


Dada bocah cilik itu diraba-raba sementara kepalanya entah berapa kali menengok kanan-kiri, tak ada homo sapiens lagi selain mereka berdua. Jaket dekilnya menutupi tubuh bocah cilik, rupanya masih ada sedikit tingkat kesadaran meski pengaruh alkohol lebih dominan dalam dirinya, akal sehatnya bergerak, diselipkan mancis itu diantara geligi bocah yang gemertak itu.


Tepat dipertemuan Jalan Mas Suharto, Lantang memaki pada jalan Tegal Panggung yang sedikit menanjak. Rumah tua berpagar besi tujuannya pasti selalu ada kehidupan pada dini hari begini rupa. Langsung saja Lantang masuk dan membaringkan bocah itu, tinggal sipemilik rumah bengong tetap pada meja komputer, di layar monitor terlihat desain sebuah rumah tugas akhir kuliahnya. ”Wooyyy!!”


”Wooyyy!! Jangan diam saja, ayo cepat! Piye iki?? Aku ra paham iki!!” lawan bicaranya masih juga terdiam persis seperti program Autocad pada komputernya itu yang menunggu tombol mouse tertekan. Klik! Untuk menjalankan program kesadaran kawannya, Lantang melempar bantal mendarat tepat pada mukanya, gugup Indra memperbaiki letak kacamatanya.


”Siapa ini, Tang? Kenapa bocah ini? Kamu apain dia, kok bisa kejang-kejang gitu?” terlihat sekali air muka panik itu. ”Bukan waktunya aku jawab pertanyaan bodohmu, kau pikir kau ini reserse yang baru tangkap residivis apa!” Belum sempat mereka berbuat sesuatu disela adu panik mereka, tubuh bocah cilik yang semula mengejang itu surut melemah, tenang. Mancis seribu perak terjatuh dengan sendirinya dari sela mulut, tercetak bekas geligi meninggalkan kesan penderitaan disitu.


***


Rencong hitam itu terlepas dari genggaman tangan Lantang, denting besi campuran kuningan pada lantai membuatnya tersadar, sepuluh menit Lantang tertidur akibat rasa lelah pertarungannya. Punggungnya bersandar pada kursi, dihadapannya terlihat dokter dan beberapa perawat menjahit luka punggung bocah dekil, mungkin dua belas, bisa jadi lima belas jahitan untuk menutup luka mengangga itu maka bertambah lagi hiasan tubuh Percil.

Sisa tenaga Lantang dipacu agar keluar oleh rasa ingin tahu melihat keadaan Percil, semula dia ragu untuk berdiri, dipaksakan, pandangannya kembali terpecah, kini berbayang tiga. Goyah seperti anak baru belajar berjalan, ada sesuatu yang janggal pada perut sebelah kirinya terasa panas dan perih luar biasa. Telapak tangannya terangkat sejajar wajahnya, baru dia sadari ada luka sobek di bagian kiri perutnya, yakin warna merah pada telapak tangannya bukan milik Percil, tetapi darah segar yang keluar dari pembuluh darahnya akibat luka itu. Lantang jatuh pingsan.


...bersambung ke Jalan Lantang 2

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!