Jumat, November 20, 2009

Sepotong Sesuatu ... (potongan ke 8)


Hari dan Lokasi yang sama. 16.33 WIB


Sudah lebih dari 1 jam tim Dokter Forensik melakukan pemeriksaan terhadap mayat korban. Erlang mendekati Raya, menyodorkan rokok dan pemantiknya.
“Maaf tadi aku membentak kamu, keadaannya terlalu panik seperti kamu lihat tadi kita semua panik,” kalimat tulus itu harus keluar dari mulut Erlang karena memang dia sadari solusi dari Raya cukup efektif sementara Erlang menanggapi dengan responsif emosional.
“Ahh, gak masalah kok Mas. Kita semua panik tadi,” rokok tadi sudah mengeluarkan asap tapi dalam hati Raya mengeluarkan unek-uneknya `panik sih panik, tapi jangan sampai hilang kejernihan pikir dong,” hanya dalam hati tidak ada yang dapat mendengar.



Raya memperhatikan cara kerja tim labfor yang melakukan pendokumentasian terhadap lokasi dan korban, hampir sama prinsip kerja yang dilakukannya tadi hanya saja petugas itu menambahkan beberapa alat bantu seperti kotak kecil penomoran alat bukti, tanda panah dan alat ukur yang digunakan sebagai pembanding skala, sementara petugas lain melakukan pencarian sidik jari terhadap barang-barang yang masih kering karena akan sia-sia mereka menyapukan serbuk khusus untuk menemukan sidik jari, pasti akan kesulitan jika dalam keadaan basah. Dua orang petugas berunding menentukan titik-titik yang harus mereka gambar menjadi sketsa TKP.



Teliti mereka melakukan pemeriksaan dan olah TKP karena prinsip kerja mereka sekecil apapun keterangan yang dihimpun akan sangat berguna, mereka mencatat semua temuan, tidak merubah posisi apapun yang ada disekitar lokasi, kalau pun harus merubah posisi mereka terlebih dahulu mengambil gambar posisi awal, mengangkat apa yang ada dibalik itu kemudian menaruh kembali pada posisi semula.



Salah seorang dari mereka mendekati Erlang dan terlihat seperti membicarakan suatu hal yang penting,
“Komandan, sepertinya ada yang hilang dari TKP ini dan ini sangat penting. Apakah sebelum petugas lain datang kemari ada orang lain yang sudah ada dilokasi?” Erlang masih memerlukan informasi lebih dari petugas itu
“Tolong lebih jelas lagi maksud kamu itu, kira-kira apa yang hilang?” Erlang tak dapat menutupi rasa penasarannya
“Saya yakin pakaian korban sebelumnya berada disini tapi sekarang tidak ada, setidaknya sebelum petugas kita datang dilokasi ini,” petugas itu menegaskan keyakinannya dengan menunjukkan pada satu sudut berdebu tebal yang kering tak jauh dari mayat korban, dengan bantuan penerangan lampu senter genggam petugas itu menemukan jejas bekas celana panjang dan beberapa jejak telapak kaki.
Petugas kembali mengambil dua gambar jejak telapak kaki dengan menggunakan alat skala, foto pertama diambil pada jejak sepatu dan berikutnya jejak telapak kaki tanpa alas. Erlang berpikir sebentar.



“Jika perkiraanku tidak salah, berarti…” matanya menatap yakin petugas disebelahnya lalu menghubungi anggotanya di kantor.
“Coba kamu tanyakan kepada saksi apakah dia menemukan pakaian dari lokasi tadi?”
“Siap laksanakan!” tak lama kemudian laporan segera diterima Erlang
“Lapor, saksi mengaku menemukan pakaian berupa kaos berwarna biru muda, celana jeans berwarna hitam dan sepasang sepatu olahraga berwarna coklat tua. Saksi memasukan kedalam karung yang biasa dia bawa karena saksi merupakan pemulung. Laporan selesai!” laporan itu membuat lega Erlang
“Sekarang ada dimana karung itu?” Erlang ingin memastikan jika alat buktinya masih berada ditempat yang aman
“Siap Dan, saksi mengaku bahwa karung itu dia taruh dalam karung berwarna putih di sebelah utara dari posisi korban, dibalik sepotong papan. Laporan selesai” sebelum laporan itu selesai Erlang sudah berlari menujuh arah ordinat yang dijelaskan anggotanya.



Perhatian Raya kini tidak lepas dari cara bekerja tim Dokter Forensik yang tidak terhalang dengan kondisi bekerja dibawah lindungan terpal yang diikatkan pada tiang-tiang bangunan, ini merupakan pengalaman berharga bagi dirinya dan dapat mendukung skripsinya nanti. Kotak perlengkapan Tim Dokter Forensik menjadi perhatian Raya, Nikon D100nya dikeluarkan lagi kemudian mengambil objek menarik itu, disamping kotak tersebut semua perlengkapan tergelegar pada sejenis alas terbuat dari karet berwarna kuning terang. Long shoot pada lensa diatur Raya untuk mendapatkan keseluruhan gambar perlengkapan.




Satu persatu peralatan kini menjadi objek bidikan lensanya: Apron tahan air dan sarung tangan satu unit lagi yang tidak terpakai oleh petugas, Termometer, beberapa unit suntikan semprit dan jarum, swab steril, tempat darah dan cairan tubuh, beberapa botol formalin yang mungkin nantinya digunakan untuk sampel histologi, satu tumpukan kantong plastik, amplop, kertas, pena dan pensil, yang paling menarik perhatian Raya adalah satu unit alat bedah termasuk gergaji kecil.



Raya yang tenggelam dalam kameranya sehingga menjadi lengah dengan kondisi sekitar, tiba-tiba salah seorang dari petugas forensik yang juga menggunakan kamera dan video kamera yang masih tergantung didepan dadanya itu melarang Raya mengambil gambar. Petugas ini menyampaikan protes terhadap pimpinan pemeriksaan dan olah TKP, mempertanyakan status Raya dan dianggap menggangu kerja tim forensik, Erlang terpaksa harus melindungi kembali Raya dari ancaman petugas yang memintanya untuk keluar dari lokasi.



”Maaf Dok, dia salah satu anggota kami, dia memang anggota baru jadi mungkin sedikit ceroboh, tapi tolong diijinkan karena dia juga bekerja untuk mendukung kerja kita bersama ini,” bahasa persuasif diplomatis Erlang menjelaskan status Raya,
”Tapi seharusnya anda memberitahukan pada anggota anda tentang batasan wilayah kerja dong.” Dokter muda ini masih dengan nada tinggi.



Seorang dokter senior pimpinan tim pathology forensic yang semula melakukan pemeriksaan korban dan mendokumentasikan temuannya pada alat rekorder kecil, sempat tergangu dengan nada bicara dokter muda itu kemudian mendekati mereka. Menatap Raya sejenak sementara pemuda yang ini hanya senyum ragu.




”Saya pikir, anggota ini tidak menggangu kerja kita Dok, saya tidak merasa terganggu, apakah anda terganggu? Atau jangan-jangan anda merasa tersaingi? Tapi mari kita sama-sama menghormati kerja masing-masing, maaf memang ada betulnya juga pendapat anggota kami jadi mohon agar anda bisa jaga jarak kerja kami kecuali anda ingin masuk dan membantu karena kami juga kekurangan satu anggota kami. Untuk anda dok, tolong suara anda justru bisa mengganggu konsentrasi kita sendiri. Bagaimana komandan saya bisa meminta bantuan anggota anda?” suara dokter senior ini begitu lembut, Erlang mengijinkan agar Raya dapat bergabung.



”Anda mengetahui prinsip kerja ini bukan?” pertanyaan dokter senior ini menuju pada Raya,
”Saya paham Dok dan saya akan membantu sebisa saya!” jawabannya tegas, senyumnya mengembang, dalam hatinya bergumam rasa kagum terhadap dokter idolanya ini.
”Oke, bisa kita mulai semua ini? Maaf nama anda?” terpancar keramahan dokter senior ini, mungkin prinsip ilmu padi selalu dia terapkan.
”Panggil saja Raya, Dok” sebuah kehormatan bagi Raya bisa berkenalan bahkan dapat bekerja bersama dengan dokter senior ini.
”Oke, anda juga bisa panggil saya, Widjaja. Oh ya satu lagi, kamera anda tidak diperlukan lagi dalam tugas ini, sekarang anda menggunakan ini” sebuah alat penerangan genggam dengan daya pancaran ultra violet diberikan pada Raya.



Hujan belum juga menandakan akan berhenti meskipun sudah mulai mereda. Semua orang di lokasi TKP sibuk dengan tugas masing-masing. Raya bergerak berdasarkan instruksi Dokter Widjaja, mengarahkan alat itu sementara sang dokter meneliti, merekam temuannya dari ujung kaki korban hingga kepala korban, banyak yang membuat Raya tercengang dalam temuannya melalui alat itu yang tidak dia lihat melalui lensa kameranya.




Wajah korban kini menjadi pusat pemeriksaan, dokter itu meminta anggota melakukan pemotertan fokus pada wajah dan kain berupa bandana yang diikatkan pada mulut korban. Setelah kain penutup mulut itu terbuka, Raya semakin kaget begitu melihat disekitar bagian mulut korban terlihat kerusakan jaringan sekitar bibir yang bersifat korosif. Raya semakin penasaran dengan temuan ini dan memberanikan diri untuk melihat lebih dekat ketika dokter itu merekam temuannya dan memerintahkan anggotanya mengambil alat swab beserta plastik sample.



Tangan dokter itu cepat mencengkram bahu Raya dan menariknya kebelakang.
”Hati-hati! Jangan terlalu dekat berbahaya, kamu lihat ini,” dokter itu menunjukkan kulit korban yang berwarna merah cenderung gelap.
”Saya menduga penyebab kematian bisa jadi diakibatkan oleh racun Sianida, lihat kulit korban berwarna sianotik merah muda gelap, jika dugaan saya benar maka akan berbahaya jika terhirup nanti meskipun kamu menggunakan masker.” Analisis dokter senior ini justru membuat Raya menjadi sedikit gemetaran.



Kali ini dokter memeriksa suhu tubuh korban tapi gelengan kepalanya membuat dirinya ragu untuk dapt menemukan data perkiraan waktu kematian. Raya memperhatikan ekspresi wajah Dokter Widjaja.
”Ada apa dok?” rasa penasarannya tidak dapat dibendung
”Mas Raya, tadi saya lihat anda berada di lokasi ini sebelum saya datang, kira-kira saat itu keadaan suhu ruang seperti apa?” kacamata kecil itu berubah posisi turun dibawah bagian hidungnya



”Sesaat sebelum hujan suhu ruang ini memang cukup panas tapi sedikit lembab Dok, kira-kira 30 sampai 35 derajat celcius tapi kemudian turun hujan dan seperti kita ketahui keadaannya menjadi dingin” Raya memberikan sedikit penjelasan pada dokter
”Sudah beberapa minggu memang tidak turun hujan tapi mengapa hari ini turun hujan ya? Perubahan suhu ruang yang cukup drastis ini akan sedikit membuat hambatan dalam perkiraan waktu kematian terlebih korban kondisinya juga menjadi basah seperti ini.”
Dokter Widjaja menjelaskan sementara tangannya seperti mencari sesuatu pada kotak peralatannya.



”Apakah tidak ada cara lain untuk solusi ini dok?” pertanyaan Raya hanya dijawab dengan senyuman dokter senior itu kemudian memberikan kode untuk mengarahkan senter kepada bagian telinga korban. Sebuah thermometer masuk kedalam telinga korban, hal ini harus dilakukan oleh dokter untuk medapatkan informasi lebih akurat mengenai suhu tubuh korban yang telah terkontaminasi suhu ruangan yang berubah drastis, pnegukuran suhu pada bagian mulut dan axilla korban dirasakan kurang memberikan akurasi informasi suhu tubuh, selain itu juga dugaan adanya uap racun Sianida dari tubuh korban dapat berkibat buruk.



Hari semakin gelap, tampak terlihat kelelahan pada wajah semua orang yang berada di lokasi. Dokter Widjaja melaporkan pada Raya bahwa pemeriksaan dirasakan cukup pada lokasi TKP dan akan segera membawa korban pada laboratorium forensik untuk pemeriksaan lebih lanjut tapi harus ada prosedur penting terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 134 yaitu pemberian ijin dari keluarga korban untuk dilakukan otopsi terhadap mayat korban. Dokter Widjaja hampir yakin dengan hipotesa awal penyebab kematian korban. Erlang menyanggupi untuk mencari keluarga korban setelah mendapatkan data diri korban yang telah diketemukan dalam karung milik pemulung tadi.



Erlang memberikan instruksi untuk segera menyelesaikan tugas dan membawa semua yang diperlukan. Tim forensik sudah memasukan mayat korban kedalam murde bag berwarna kuning yang sebelumnya dibungkus plastik dan diberi plester dan meminta ijin meninggalkan tempat tapi tetap mengunggu perkembangan pencarian keluarga korban dan ijin untuk melakukan pemeriksaan otopsi lanjut. Mayat korban telah dimasukan kedalam mobil tim forensik menuju rumah sakit, sesaat kemudian suara sirene kembali meraung. Erlang menawarkan Raya untuk makan malam bersama di kantor tapi terpaksa ditolaknya, cukup baginya aktivitas melelahkan hari ini tapi Erlang tetap memaksa Raya untuk singgah sebentar ke kantor ada beberapa hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu terutama memindahkan data foto-foto yang diambilnya tadi.



Tim telah berkumpul kembali keruangan semula, sementara Erlang memberikan instruksi kerja yang harus diselesaikan malam ini dan esok hari, Raya berada dibelakang komputer memindahkan foto-foto kedalam file komputer.
”Ingat loh Ray, foto-foto itu milik kami jadi nanti semua data yang ada dalam memory card itu harus kamu hapus, oke! Tapi kami berterimakasih, apa jadinya kalau kamu tadi tidak ambil foto-foto itu sementara kita tahu semua hujan telah sedikit merusak TKP, foto kamu nanti bisa dijadikan komparasi dengan hasil petugas kami.” Erlang mengingatkan kembali perjanjian ketika Raya diijinkan mengambil foto pada lokasi TKP.

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!