Jumat, November 20, 2009

Sepotong Sesuatu ... (potongan ke 7)


5 menit perjalanan menuju lokasi; Bekas Pabrik Ubin-TKP. 14.04 WIB.


Suara sirene pada mobil patroli telah dipadamkan namun lampu berwarna merah dan biru itu masih berputar-putar. Lokasi TKP ternyata tidak jauh dari Markas Poltabes, beberapa petugas telah siap dilokasi dan membuat pherimeter dari pita kuning, pekarangan bekas pabrik ubin itu telah resmi hanya dapat dimasuki orang-orang yang berkepentingan saja. Raya semula ragu untuk memasuki pekarangan itu, tapi setelah Erlang menjelaskan kepada petugas yang berjaga pada TKP bahwa Raya bersama dirinya maka Raya berhak untuk dapat memasuki lokasi TKP. Seorang petugas mendatangi Erlang, memberikan tanda hormat dan menjelaskan temuannya sore ini.



“Siap Dan, korban diketemukan tiga puluh menit lalu oleh seorang gelandangan, menurut keterangan saksi posisi korban masih dalam keadaan yang sama seperti sekarang karena dia tidak berani mendekat namun dia yakin korban telah mati. Sebelumnya saksi mencium bau busuk yang semula diperkirakan bangkai tikus,” dengan tegas petugas itu memberikan rincian.


“Sekarang saksi berada dimana? Siapa petugas pertama kali datang ke lokasi dan mengecek keadaan korban?” posisi Erlang mendekati korban
“Siap Dan, saksi sekarang sedang dimintai keterangan lanjut di kantor, saya dan dua orang petugas lain yang pertama kali mendatangi TKP,”
“Apakah kamu melihat ada orang lain ketika datang tadi dan apakah kamu telah merubah posisi korban?!” Erlang bertanya pada petugas dengan nada sedikit khawatir jika petugas telah merubah posisi korban dan ada kemungkinan merusak TKP akibat keteledoran dan minimnya pengetahuan penanganan korban dan TKP. Sering kali dia merasa kesal terhadap petugas yang pertama kali datang pada lokasi TKP bertindak diluar prosedur yang mengakibatkan banyaknya petunjuk yang menjadi rusak dan hilang.



“Dimana petugas identifikasi? Cepat hubungi Yanto! Dimana posisi dia dan Dokter Forensik yang akan memeriksa korban dan TKP?” Erlang memberikan perintah pada Hari untuk segera melaksanakannya.


“Siap Dan! petugas identifikasi sedang dalam perjalanan kemari sementara rekan Yanto ada sedikit masalah birokrasi dengan pihak Rumah Sakit,” Hari dengan cepat memberikan laporan bahwa perintah telah dilaksanakan
“Ahh, birokrasi sialan! Coba hubungi Direktur rumah sakit itu saya mau bicara! Berapa lama lagi petugas labfor sampai disini memangnya dari mana mereka berangkat?” nadanya tegas.
“Petugas identifikasi ketika saya hubungi sedang berada di Polda. Sebentar saya hubungi Direktur Sardjito dulu, Dan.” Hari menekan tombol pada handphonenya, Raya mendekati Erlang yang gusar melihat anggotanya yang lambat bergerak.
“Mas, saya bawa kamera, kalau diijinkan boleh saya mengambil beberapa gambar?” Raya sudah siap dengan nada penolakan dari Erlang



“Apa?” Erlang menatap sebentar pada Raya kemudian memberi kode pada Hari menanyakan perkembangan tapi Hari hanya mengangkat bahunya tanpa melepas posisi handphone dari telinganya. Erlang mempertimbangkan sebentar lalu mengambil keputusan.
“Oke, tapi hati-hati jangan sampai merusak TKP dan ingat hasil dokumentasimu akan menjadi milik kami” Erlang memberikan ijin tapi dengan pengawasan ketat dirinya
“Siap Dan! Saya tahu sedikit tentang prinsip identifikasi TKP dan korban. Yang pertama INTERVIEW, kemudian EXAMINE, PHOTOGRAPH, SKETCH dan terakhir PROCESS. Lagipula saya hanya melakukan tugas Photograph jadi ambil foto aja kok, gak akan merubah apapun.” Tangan Raya masih berada disamping dahi memberikan tanda hormat pada `komandan sementara`nya.



Raya memulai pendokumentasian menggunakan Nikon D100 milik Jane. Angle luas pertamakali diambil untuk memberikan keterangan situasi TKP, beberapa kali lampu blitznya menyala karena ruangan bekas pabrik ubin itu sedikit gelap meski beberapa genteng pada atap dengan leluasa memberikan cahaya sore hari. Struktur bangunan tua menjadi sasaran lensa, potongan kayu tua yang mungkin lepas dari atap, beberapa cetakan buis beton yang terbuat dari besi kini berkarat tak terurus, tumpukan ubin reject, puntung rokok, beberapa ekor tikus yang berkumpul pada suatu pojok berebut sisa makanan, gambaran lokasi yang pengap terekam cukup detail.



Lensa kamera mengarah pada lokasi ditemukan korban, kamera diarahkan pada seluruh tubuh korban dengan posisi sedikit berlutut hampir bugil menghadap kedepan terikat pada salahsatu tiang besi penyangga atap gedung, kini Nikon D100 mencari fokus di bagian bawah tubuh korban pergelangan kaki, kemudian mencari detail pada bagian lutut yang sobek, bagian perut korban yang penuh dengan luka sayat dan lebam menjadi sasaran fokus mata Raya melalui lensa 38mm itu, Raya berjalan memutari tubuh korban tanpa melepas kameranya menuju lengan korban yang terikat sejenis tali berdiameter yang biasa dipakai untuk perlengkapan memanjat, perhatiannya tertuju pada tiang besi berdiameter sekitar 17senti itu, ada semacam tulisan dari bekas seperti kapur berwarna kuning yang belum dia pahami maksud dari tulisan itu, kamera D100nya dibiarkan tergantung didepan dada Raya.



Matanya mendekati pada tulisan itu mencoba menduga-duga kemudian hendak melaporkan temuannya pada Erlang tapi komandan itu sedang sibuk melakukan negosiasi lewat telpon, kameranya kini mencari fokus pada bagian bawah tiang yang terdapat beberapa keping pecahan ubin berwarna merah dan kuning, sebelum menekan tombol shutter dia mengambil uang logam dari sakunya menaruh disamping kepingan ubin itu kemudian mendokumentasikan, sekarang jari-jari korban menjadi perhatian Raya, lensa diatur pada posisi zoom sehingga terlihat jelas detail dari telapak tangan dengan luka sayatan, jari dan kuku korban, kamera mengarah pada ikatan simpul mati kemudian mencari fokus pada siku korban yang tertumpu pada palang besi yang di las pada tiang utama tapi karena palang besi itu lebih panjang dari lebar tiang maka ada kelebihan besi di sisi kanan dan kirinya, matanya meneliti struktur tiang yang tinggi itu, ternyata palang besi itu ada disetiap ketinggian 1 meter pada tiang utama.



Raya mengambil pena dari jaketnya lalu ditaruh pada palang kedua berada tidak jauh dari kepala korban dari balik lensa Raya berpikir pena ini berguna sebagai perbandingan skala panjang palang besi hal ini sama dilakukannya ketika menaruh uang logam tadi. Raya kini mengambil foto korban tampak samping yang terikat pada tiang itu, dia mengganggap perlu mengambil foto ini jika dugaannya sementaranya benar maka akan sangat berguna nantinya. Keraguan kini muncul dalam diri Raya ketika dia hendak mengambil foto bagian wajah korban, dia pernah melihat wajah orang yang meninggal dunia beberapa kali, wajah neneknya tercinta, guru favorit SMAnya dulu kawan-kawannya yang telah mendahului dia dan yang tak lepas dari ingatannya adalah kawan akrabnya, Genta, tapi baru kali ini dia berada dekat sekali dengan wajah orang mati yang diduga korban pembunuhan. Ada sedikit kemiripan struktur wajah korban dengan wajah Genta.



“Bagaimana kerjamu disini?” tiba-tiba tangan Erlang mencengkram bahu Raya sehingga dia tersentak kaget.
“Sejauh ini gak ada masalah Mas,” Raya tergagap karena serangan tiba-tiba itu
“Ada hal yang menarik atau mencurigakan?” sebenarnya Erlang memperhatikan kerja Raya dari jauh ketika dia menelepon tadi.
“Ada Mas, seperti misalnya in..” belum sempat Raya menunjukkan yang dimaksudnya, seorang petugas melaporkan bahwa tim labfor, tim Dokter Forensik sudah datang dan juga wartawan mulai bermunculan.
“Ahh, kenapa para wartawan itu datang kesini? Tau saja mereka itu jika disini ada mayat busuk, tajam juga penciuman mereka. Tahan dulu mereka semua di gerbang terutama wartawan jangan sampai ada yang bisa masuk!” Erlang sebenarnya tidak membenci wartawan namun dia pernah marah ketika menanggani kasus terdahulu wartawan bertindak terlalu jauh seperti masuk kedalam TKP dan merubah struktur TKP bahkan telah melakukan wawancara terhadap tersangka padahal masih dalam tahap pengembangan kasus.



Sementara Erlang menyambut tim Dokter Forensik dan menghadapi wartawan, Raya dengan cepat mengambil beberapa foto lagi karena dia yakin posisinya akan tergusur dengan petugas identifikasi TKP, kemudian memasukan kamera kedalam ranselnya, Raya menghormati kerja tim identifikasi meskipun dia mendapat ijin dari Erlang. Hujan deras tiba-tiba turun dan membasahi lokasi TKP dari celah-celah atap tanpa genteng itu. Petugas labfor, tim Dokter Forensik dan Erlang yang semula digerbang depan bergegas masuk menuju lokasi diketemukannya korban.



“Cepat siapkan plastik yang agak lebar, sebelum kondisi korban semakin basah!” Raya berteriak kepada rombongan yang baru saja memasuki ruangan. Yanto menyambar kantung mayat dan dengan cepat berlari kearah Raya, resleting kantung mayat itu dibuka lebar, Yanto dan Raya memegangi kedua sisi kantung mayat melindungi korban dari tetesan air hujan. Erlang memberikan perintah lewat handy talkienya kepada seluruh anggota untuk segera mengambil sebanyak mungkin kantung mayat juga mencari terpal secepat mungkin. Beberapa anggotanya bergegas memberikan kantung mayat seperti yang diperintahkan komandannya itu dan menghamparkan diatas kepala mereka untuk melindungi mayat korban dari kerusakan lebih parah lagi akibat hujan.



“Ini tidak cukup Pak, saya dan tim harus segera melakukan pemeriksaan secepatnya dan tidak bisa dalam kondisi seperti ini!” Tim Dokter Forensik meminta pada Erlang agar anggotanya bergerak lebih optimal lagi mencegah kerusakan TKP
“Terpal… adanya sudah dapat terpal tadi?” Erlang bertanya kepada anggotanya
“Maaf Dan, cuma ini yang kami dapat. Maaf lagi komandan dari mana kami mendapatkan terpal dekat-dekat sini?” salahsatu anggota mengharapkan pengertian dari komandannya atas kondisi darurat ini.



“Angkringan Mas, coba cari diangkringan!” Raya memberi usul sementara dia harus mengangkat plastik kantung mayat berwarna kuning itu dan melindungi tasnya yang berisi laptop dan kamera, meskipun ranselnya waterproff tapi dia tidak mau gegabah dengan peralatan elektronik mahal didalam ranselnya itu,
“Kamu jangan becanda! Ini kondisi serius, kamu paham tidak?!” Erlang membentak dengan suara yang menggelegar.
“Saya serius Mas, maksud saya coba pinjam terpal milik penjual angkringan didepan toko-toko bakpia itu Mas, kalau gak salah tadi saya lihat ada 3 penjual angkringan disekitar sana,” mendengar penjelasan Raya tadi, Erlang langsung memberikan perintah lewat handytalkienya lagi, kali ini penekananannya jelas pada kata `cepat!`.

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!