Selasa, November 24, 2009

Jalan Lantang ke 5

”Bang, ini ada titipan dari perawat, katanya sih dipegang Abang waktu mau operasi. Susah tuh dilepasin dari genggaman Abang! Padahal Abang waktu itu semaput toh!” Percil menyodorkan sesuatu yang terbungkus potongan perban putih yang dia ambil dari meja kemudian mondar-mandir sambil membawa tiang penyangga botol infus yang hanya seperempat lagi isinya.


”Apa ini Cil?” Lantang masih menerka isi di balik perban itu terlebih keterangan dari Percil tadi yang membuat dirinya semakin penasaran, terlihat dari raut muka dan kedua alis tebalnya hampir bertemu pada pangkal hidungnya. ”Mana aku tahu Bang! Liat aja sendiri, aku gak berani itu kan punya Abang.” Sikap inilah yang Lantang banggakan dalam diri Percil, jika memang bukan haknya maka Percil tidak akan berani untuk coba mengusik, terlebih untuk dimiliki.


Benda terbungkus perban putih itu masih dipandangi sambil menduga-duga isinya. Belum lagi pertanyaan-pertanyaan membingungkan terjawab kini Lantang masih disodorkan sebuah misteri lagi. Bagaimana bisa benda itu ada dalam genggamannya ketika operasi? Perlahan Lantang mulai membuka lembar demi lembar kain kasa pembungkus itu, pada lembar terakhir dia sibak kain putih itu bertambah lagi keheranan Lantang, benda sebesar ibu jari terbungkus kain hitam! Lantang mengenali benda itu, serupa bandul kalung pembawa keselamatan yang biasa melingkar di leher anak kecil. Bukankah benda ini yang diberikan oleh Rimata Karisanu ketika dia berada pada dimensi antah-berantah itu!


”Ssstt.. Bang! Mbak Damai datang tuh!” Percil berlari kecil dari pintu kamar Shofa yang terdiri dari dua ranjang dengan pembatas sehelai kain hijau lebar dan panjang warna khas rumah sakit milik Muhammadiyah ini. Lantang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. ”Assalamualaikum Cil! Gimana kabarmu hari ini? Wah Jogja hari ini macet total Cil, didepan tadi ada demo dari temen-temen anak sekolah yang katanya menolak disahkannya RUU SISDIKNAS. Sepertinya sih mereka gak terlalu ngerti masalah demo gituan deh! Buktinya tetap aja tuh yang gerakin mereka mahasiswa juga. Eh, ngomong-ngomong kamu sudah makan Cil? Nih Mbak bawain makanan kesukaan kamu, dua bungkus burjo. Satu bungkus untuk kamu, satu bungkus lagi untuk Mbak, abis si gondrong pemangsa burjo satu lagi masih keenakan semaput di ruang ICU sih! Sebentar ya Cil, Mbak ambil mangkuk dan sendoknya.” Damai pergi menuju dapur umum.


”Kemana dia Cil?” volume suaranya diperkecil hampir seperti berbisik. ”Lagi pinjam mangkuk ke dapur umum Bang. Ssstt... dia masuk lagi Bang!” Percil menunjukkan tampang polos tidak berdosanya dihadapan Damai. ”Eh Cil, di sebelah ini ada pasien baru lagi ya? Siapa cil? Kapan dia masuk?” mangkuk yang tadi dibawanya kini berisi bubur kacang hijau hangat. Percil sudah tidak sabar ingin melahap bubur kesukaannya.


”Oh, itu Ibu Putri. Dia tadi masuk gak lama setelah Mbak Damai pulang subuh tadi. Eh Mbak, dia itu sebentar lagi mau melahirkan loh! Tadi katanya suaminya sih dah sekitar delapan bulan lebih, berarti sebentar lagi mau melahirkan ya Mbak?” Percil memberi info sekenanya, mereka berdua memang paling cocok untuk urusan ngerjain orang, partner in joke!


Tawa Lantang hampir saja meledak, tapi dia tahan demi misi usil dengan skenario dadakan ini, Percil kali ini sebagai sutradara insidentalnya. ”Oooh.. terus suaminya kemana Cil? Kok ditinggal sendirian sih?” Damai sempat melirik kearah kain pembatas yang sedikit tersibak. ”Oo.. ehh.. anu... eh.... anu mbak, eh suaminya lagi kebagian keuangan! Iya lagi ngurus keuangan dulu katanya.” Percil sempat kebingungan menentukan dialog improvisasinya. Lantang senyum menahan suara.


Bagus Cil! Dalam hati Lantang mengacungkan jempol atas peran dadakan dan usilnya Percil. ”Eh Mbak, tau gak? Ibu itu sering merintih-rintih loh Mbak! Kayaknya sakit banget deh, udah gitu suaminya lama lagi datangnya. Aku sih gak bisa bantu. Pokoknya hampir setiap sepuluh menit pasti merintih. Liat aja nanti, sebentar lagi pasti Mbak tau deh. Apa seperti itu kalo orang mau ngelahirin Mbak?” mimik polos Percil berhasil meyakinkan korban target misi usil Agen Percil dan Agen Lantang. Kali ini Lantang yang kebingungan memainkan perannya sebagai ibu hamil!


”Sial si item jelek itu! Bisa saja tuh anak!” seperti mendapatkan arahan sutradara gadungan dari balik layar itu Lantang mempersiapkan pita suaranya, merintih-rintih layaknya ibu hamil tua. ”Ehhh.. aduuuhh...duuhh.... mas...masss....”


”Tuh kan! Betulkan Mbak apa kata Percil tadi! Gitu terus tuh dari tadi Mbak. Kayaknya mules banget ya Mbak? Udah waktunya kali mbak!” Percil menebarkan teror psikologis pada korbannya mahasiswi psikologi tingkat akhir ini. Dapat dilihat kesuksesan Percil pada raut wajah Damai yang kebingungan. ”Gimana nih Cil? Aduh suaminya mana ya?” gadis manis mahasiswi Fakultas Psikologi ini terlihat tambah manis dalam kepanikannya. ”Ya udah, Mbak tolongin aja!” Percil seolah puas menambahkan bumbu kepanikan dalam wajah Damai.


Suara rintihan panjang dari mulut Lantang semakin menjadi. Damai ragu menyibak kain hijau pembatas, menengok sejenak meminta dukungan mental dari Percil, sementara bocah hitam itu hanya memberi kode agar terus mendekati arah suara itu. Pasien itu terbaring berselimut dengan rambut panjangnya terurai membelakangi Damai. ”Eeh... maaf Ibu baik-baik saja bu? Ada yang bisa saya bantu?” suara Damai bergetar kaku sementara si `Ibu` hanya diam, bukan menahan sakit melainkan menahan tawa yang dapat meledak kapan saja.


”Bu.. mau saya panggilkan perawat?.. aduhhh gimana ini!” perlahan si `Ibu` memutar badannya dan menyibakkan rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya, siap dengan ekspresi tawa puasnya. ”Ahhhh..... Lantanggg!! Iihh... sebeell..sebelllll!!!” suara tawa meledak dari mulut Lantang dan Percil tapi tidak bagi Damai yang menarik-narik rambut panjang itu dengan jengkel sambil mencubit dan memukul-mukul meluapkan kekesalannya pada tubuh Lantang hingga akhirnya tepat mengenai bagian perut sebelah kiri. ”Aaarrgggggghhh!!!!...” rintihan kesakitan ini asli, bukan bagian dari peran. Teriakan kesakitan ini membahana dalam rumah sakit, melebar menggetarakan keseluruh Jogjakarta!.... Pulau Jawa!!.... Nusantara Endonesa!!.... Benua Asia!!!... dan bergema pada seluruh penjuru bumi!!!!........... ”Aaarrgggggghhh!!!!...”

Namun bumi tetap berotasi!


.......................................................... T A M A T ..........................................................................................

-Jogjakarta, Medio 2003-

-Diketik ulang (ditransfer dari `buku ajaib`ku); 29 Januari 2009, selesai 4 Juni 2009-

Inspired by; mereka yang hidup dijalanan Jogja, Damai, Poe, Jat, Eve!

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!