Jumat, November 20, 2009

Sepotong Sesuatu ... potongan ke

Ruang Bedah Mayat. 14.30 WIB

Insiden kecil yang berakibat fatal tadi menjadikan semua orang yang nantinya memasuki ruang bedah mayat semakin berhati-hati dalam bertindak. Dokter Widjaja dan Dokter Ferryal telah bersepakat bahwa pemeriksaan dilanjutkan terpisah untuk mencegah hal yang tidak diinginkan maka Dokter Ferryal meminta agar pemeriksaan organ dalam tubuh mayat tanpa ada pihak lain didekatnya kecuali asistennya. Raya dan Nadhien tidak dapat menutupi kekecewaan atas keputusan mereka, sebenarnya bisa saja Nadhien membujuk Dokter Widjaja agar dapat menyaksikan pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter Ferryal tapi mereka menghargai hal itu demi profesionalitas pemeriksaan.

Dokter Widjaja memberikan kode agar mereka semua masuk ruang bedah mayat, kali ini Dokter Widjaja akan melanjutkan pemeriksaan lanjutan dari luka-luka yang ada disekujur tubuh korban. Metode top to bottom dipilihnya karena secara kasat mata pada bagian kepala hingga pinggang korban terdapat banyak bekas luka berupa abrasi, kontusi, laserasi maupun luka insisi dan luka lainnya yang belum terlihat.

Pada bagian kepala korban pemeriksaan dimulai dari bagian wajah, jelas terlihat beberapa luka memar dibagian dahi kanan dan kiri, bayang hitam disekitar kelopak mata, hidung korban yang sedikit bengkok, rahang dan dagu yang lecet belum termasuk rongga mulut. Dokter Widjaja merekam semua ucapannya menggunakan rekorder kecil yang tergantung didadanya sementara Nadhien dan Raya mencatat ulang semua ucapannya. Pada pelipis kiri, 8 cm dari puncak kepala, 2 cm di atas batas rambut samping ditemukan luka terbuka dengan tepi tidak rata, kedua sudut tumpul, ditemukan jembatan jaringan, dasar luka otot kepala, pada bagian bawahnya terdapat kulit yang menggelambir kebawah dengan ukuran 2 cm x 2 cm, luka bila dirapatkan membentuk garis lengkung kebawah sepanjang 4cm. Pada dahi sebelah kanan ditemukan bekas trauma akibat benda tumpul, tidak mengakibatkan luka terbuka, terdapat berkas memar berwarna kebiruan, berbentuk bundar dengan diameter 2cm.

Perhatian dokter menuju bagian lingkar mata yang berwarna merah kebiruan sepanjang 5cm sepanjang kelopak mata bagian bawah sebelah kiri. Nampak berkas hantaman akibat Abrasi Crushing yang diperkiraan cukup kuat hingga terjadi kebocoran dari pembuluh darah tetapi pada epidermis masih utuh meskipun tidak terlihat goresan namun terjadi memar dan tonjolan oedem lokal pada permukaan kulit. Dokter Widjaja yakin jika ini terjadi akibat trauma langsung meskipun dalam beberapa kasus ditemukan pergerakan memar yang mengikuti gaya gravitasi terlebih mayat ditemukan dengan posisi berdiri terikat pada tiang.

Kuatnya trauma langsung yang diderita korban dapat dilihat pada kondisi hidung yang sedikit bengkok kearah kanan sehingga dapat diperkirakan arah hantaman yang datang berasal dari arah kiri korban, tidak adanya luka iris atau lecet menandakan trauma diakibatkan oleh hantaman benda tumpul namun ditemukan bercak darah pada lubang hidung. Asisten Dokter Widjaja hanya mencatat tetapi Raya dalam hatinya dapat menyimpulkan kemungkinan hidung itu dipukul dengan tangan kanan, dilihat dari akibat luka pada hidung maka kemungkinan terbesar korban tidak ada kesempatan untuk mengelak, bisa jadi dilakukan ketika korban terikat pada tiang.

Raya mencuri pandang kearah Nadhien yang masih serius memperhatikan Dokter Widjaja yang tengah membuka mulut korban, jangan sampai hidung mungil itu terluka sedikitpun. Raya sudah menaruh perhatian khusus terhadap Nadhien sejak luka di kepalanya yang kembali infeksi telah dirawat Nadhien dengan telaten meskipun pada waktu itu mereka baru dua kali bertemu setelah obrolan seputar penelitian diangkringan Lek Man. Nadhien menoleh kearah Raya seolah merasa ada yang memperhatikan tapi Raya sudah tenggelam dalam buku catatan kumalnya. Nadhien hanya tersenyum melihat buku itu.

“Mbak Nadhien saya perlu bantuan anda, tolong bantu membalikkan tubuh korban, saya ingin melihat bagian samping kepala korban dan Mas Raya tolong tahan sebentar pad posis tubuh miring,” Dokter Widjaja memberikan instruksi kepada mereka berdua sementara asistennya mempersiapkan pisau cukur untuk mencukur sedikit rambut yang terkena darah. Lewat senter kecil dan bantuan kaca pembesar, Dokter Widjaja menemukan luka terbuka dibagian samping kepala dekat telinga.

Adanya Nadhien disampingnya membuat Raya tidak ragu lagi untuk menahan tubuh korban agar tetap pada posisi yang diinstruksikan, wajah korban yang terlihat tersiksa dengan mata yang hampir menutup menatap langsung kearah Raya. Posisi yang tidak menguntungkan sementara ketiga orang lainnya berada dibagian belakang tubuh korban tapi Raya menemukan titik pengalihan perhatian. Nadhien tepat dihadapannya, juga bertugas menahan tubuh korban, meskipun mereka berdua mengenakan masker hijau tapi senyum mereka dapat terlihat dari tarikan otot yang mengangkat masker itu beberapa senti meter dan mata mereka tak dapat saling membohongi, terlebih Dokter Widjaja meminta untuk tidak menciptakan gerakan kecil pada tubuh korban. Mereka tidak sekedar tersenyum melainkan tertawa kecil.

Terlihat luka terbuka sepanjang 7cm dekat telinga korban memanjang vertikal, kedalam luka hanya beberapa milimeter saja juga ditemukan penggumpalan darah dibawah lapisan kulit dekat luka terbuka. Dokter Widjaja melakukan swab pada luka terbuka, dengan bantuan kaca pembesar Dokter Widjaja menemukan unsur logam hitam dari luka terbuka itu sementara pada daerah bahu hingga belikat terlihat jejas tekan berwarna merah muda dengan panjang 15cm sebanding lurus dengan luka dekat telinga itu. Mendengar itu Raya jadi teringat posisi korban yang terikat pada tiang besi, bisa jadi ini merupakan hasil benturan tubuh yang terhantam oleh pelaku dan luka di kepala dan jejas panjang itu tepat mengenai bagian menonjol pada tiang besi itu. Kesimpulan Raya itu mengakibatkan rambut-rambut halus disekitar tangannya berdiri, dia membayangkan kekejaman pelaku yang menganiaya korban dalam keadaan tak berdaya.

Pusat perhatian kini berpindah kearah leher koban secara detail temuan itu tercatat. Terlihat jejas berupa luka lecet tekan arah pada lingkar leher sepanjang 10cm dibawah dagu, Dokter Widjaja tidak ragu membuka sarung tangan karetnya kemudian meraba permukaan kulit leher depan tepat pada jejas itu. Temuan lainnya adalah satu luka lecet tekan dengan lebar 8mm berbentuk bulat sabit dengan posisi vertikal tepat dibawah rahang sebelah kanan sementara ditemukan lagi empat jejas yang hampir sama dibagian bawah rahang sebelah kiri, tiga jejas relatif berukuran sama selebar 5mm dan satu lagi berukuran lebih kecil.

Bagian dada korban tidak luput dari pemeriksaan, dengan mata telanjang saja terlihat beberapa jejas kontusi, luka lecet dan abrasi. Diantara jejas itu Raya lebih tertarik pada abrasi crusing dengan pola seperti bentuk bagian bawah sepatu, jejasnya terlihat begitu jelas menandakan kekuatan tekanan yang menciptakan pola itu. Hantaman hebat ini mungkin mengakibatkan luka pada bagian dekat telinga tadi, korban terhantam keras dan membentur besi tiang. Dokter Widjaja mengukur panjang jejas itu kemudian melakukan perabaan tulang dada mencari kemungkinan retak atau bahkan patahan dengan sarung tangan yang telah terpakai lagi untuk menghindari resiko karena darah korban berceceran didekat dada sisa pembedahan bagian perut.

Pemeriksaan daerah dada dirasakan cukup, Dokter Widjaja meminta kepada Raya untuk mundur dan memperhatikan dari kursi saja karena pemeriksaan berikutnya menuju kearah bagian iga korban yang begitu dekat dengan rongga perut korban yang telah terbuka, mengingat resiko besar yang kemungkinan dapat terjadi lagi seperti dialami Frans pagi tadi maka Raya dan Nadhien hanya dapat memperhatikan dari jauh saja. Lega rasanya menemukan kursi untuk sandaran menghilangkan lelah sejenak, Raya bersandar dengan menegadahkan kepalan untuk mengendorkan otot disekitar leher dan bahunya.

Secarik kertas berpindah pada buku yang berada dipangkuannya. `Capek ya Mas?`, Raya tersenyum membaca pesan Nadhien yang melakukan komunikasi bisu lewat tulisan pad kertas. Raya membalas dengan tulisan pada kertas yang sama. `Ya, lumayan capek sih tapi masih kuat kok. Kamu masih kuat?` tak lupa gambar wajah senyum dibubuhkan pada kertas itu. `Sebenarnya masih kuat sih, tapi kakiku dah protes aja dari tadi. Kelamaan berdiri sih!` kali ini Nadhien membubuhkan gambar dua titik dan satu garis melengkung kearah bawah sebagai representasi perasaannya. Raya menahan tawa gelinya dan membalas lagi, `Coba aja kalo aku `dah punya sertifikat pijat pasti kaki kamu kupijat biar ilang capeknya` Raya memberi tambahan dua titik dan huruf `P` yang tertidur pada pesan singkatnya itu. Nadhien membalasnya dengan cubitan, Raya hanya menahan sakit didaerah lengan kirinya, pasti terdapat jejas tekan berwarna merah dan putih pada kulit dibalik lengan kaosnya.

Dokter Widjaja telah selesai melakukan pemeriksaan mayat korban hingga bagian telapak kaki. Jam dinding menunjukkan waktu telah bergulir pada pukul 17.02 WIB. ”Mengingat waktu shalat Ashar hampir habis dan pemeriksaan bagian depan mayat korban telah selesai jadi lebih baik kita istirahat terlebih dahulu. Saya memberikan tawaran bagi anda berdua jika masih berminat untuk hadir pada pemeriksaan berikutnya yaitu bagian belakang tubuh korban. Kita bertemu lagi disini selepas shalat Isya, tepatnya pukul 20.30, malam ini kita lembur!” informasi dari Dokter Widjaja ini membuat kekaguman tersendiri dalam benak Raya, bahkan dalam tugas yang begitu penting dan membutuhkan ketelitian tingkat tinggi ternyata Dokter Widjaja tidak lupa akan waktu beribadah. Jejas hitam pada dahi dokter itu dapat dipastikan tidak hanya sekedar jejas belaka melainkan cerminan keimanan sang dokter.

Lega rasanya begitu menghirup udara segar setelah keluar dari ruang bedah mayat. Nadhien mengajak Raya untuk shalat berjamaah di mushola, semula Raya ragu untuk menyanggupi tapi juga tidak tega menolak permintaan Nadhien.
”Mas Raya bersedia menjadi imam untuk aku?” permintaan itu menjadi intropeksi diri Raya akan pengetahuan ilmu agamanya, jangankan menjadi imam untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat saja dalam sebulan dapat dihitung dengan jari yang berada ditangan kanannya, itupun hanya ibadah setiap jumat saja.

”Ehm...badan dan bajuku kotor Non, didalam tadi kita `main` dengan mayat sih!” Raya tergagap mencari alasan,
”Tapi kalau kamu mau, tunggu aku mandi dulu, sebentar aja ya.” rasa bersalahnya cepat menyentuh batinnya dan berusaha untuk memperbaiki.
”Mas Raya bawa perlengkapan mandi? Aku bawa nih,” Nadhien bersiap mengambil sesuatu dari tas.
”Aku bawa kok, percuma dong bawa `kantong doraemon` tapi gak digunakan. Didalam sini ada kaos, sabun, sampo, handuk bahkan bak mandi juga ada!” Raya tersenyum menunjukkan tas ranselnya, Nadhien terpancing ikut tersenyum geli.

***

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!