Jumat, November 20, 2009

Sepotong Sesuatu ... (potongan ke 5)


(picture taken from www.mayslaw.net)



Face to Face to the Dead
Kamis, 7 Juni 2007. 10.12 WIB. Lokasi; Rumah Jane

Semua perlengkapan yang dibutuhkan Raya telah berpindah pada ransel dekil, Jede merasa berat untuk melepaskan bukan karena peralatan yang dipinjam Raya karena masih ada peralatan yang sama dalam kamarnya melainkan dia menangkap perasaan yang aneh dalam diri kawannya ini.
“Oke Jane terimakasih untuk teknologi canggihmu ini, aku pasti akan menjaganya, tenang aja gak akan ku jual kok, meskipun aku perlu duit, hehehe”
“Ya, aku percaya, aku justru khawatir kamu akan menjual dirimu kalau duitmu habis!”
“Hahaha.. apa orang seperti aku ini punya nilai jual Jane? Bisa aja kamu ini, oh ya, sekalian titip sepeda ya tapi kalau bisa kamu taruh aja di gudang, bahaya kalau ketauan dua mahluk aneh itu”, Raya yakin jika Ikal dan Atmo mengetahui sepedanya berada di rumah Jane maka akan sulit bagi Jane mencari alasan bahkan bisa jadi menuduh Jane telah memfasilitasi hilangnya Raya dari Jogja.
“Where ever you go, just take care out there, Bro! call me when you need a hand, oke!” sorot mata iklas terpancar dari bola mata berwarna biru dan yang satu lagi berwarna coklat, campuran warisan genetikal antara Ayah dan Ibunya. Keunikan pada matanya ini yang diyakini Eyang kakungnya bahwa Jane memiliki keistimewaan dalam dirinya.
“Thanks a lot Sis!”.


Baru saja Raya menutup gerbang besi itu, handphonenya sudah berbunyi, tidak ada keterangan nomor si penelepon.
“Hallo, Selamat siang, benar Saya berbicara dengan Saudara Raya?” suaranya terdengar tegas tapi lembut
“Maaf, anda ingin berbicara dengan siapa? Anda salah sambung, kalau ini bukan nomor Saudara Raya, ini nomor saya sendiri kalau nomor saudara saya ya lain lagi” suara Raya dibuat serius tapi tersenyum kecil, dia menduga ini pasti suara kawannya yang sering kali iseng mengaku sebagai petugas marketing salah satu bank yang menawarkan kartu kredit bahkan terkadang mengaku sebagai petugas Kepolisian.
“Ya, saya ingin berbicara dengan anda, saudara Raya.”
“Loh, anda ini gimana toh! Mau berbicara dengan saya atau saudara saya?” Raya hampir tak kuat tahan tawa
“Aah, berarti benar saya sedang berbicara dengan Saudara Raya kalau begitu. Begini Saudara Raya, komandan saya berharap untuk dapat bertemu dengan anda di Markas Poltabes, kalau bisa siang ini, penting!” si penelepon sedikit bersabar dengan gaya bicara Raya yang mempermainkan dirinya



“Oo, maaf, apa kesalahan saya sehingga saya harus menghadap komandan anda, lagipula yang perlu `kan komandan anda jadi kenapa saya yang harus datang, bukan begitu opsir Atmo?” Raya mengambil kesimpulan singkat bahwa si penelepon adalah kawannya karena dia yakin dengan logat jawa yang kental itu.
“Maaf, saya bukan opsir Atmo, begini saja Mas, anda secepatnya ke Mapoltabes karena komandan saya, Bapak Erlangga sudah menunggu anda siang ini, penting!” suaranya kemudian menjadi tegas tidak ada lagi kesan lembut, Raya baru menyadari bahwa ini bukanlah telpon iseng dari kawannya dan meminta maaf.

1 komentar:

apa yang ada dikepalamu? apa yang menyumbat tenggorokanmu? apa yg membekukan jari-jarimu?... LONTARKAN!!